SEJARAH BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN
Oleh: Ir.Djodi Achmad Hussain Suparto MM
Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. BBPTU Sapi Perah Baturraden sangat dikenal di Kabupaten Banyumas, sebagai suatu ”perusahaan” Peternakan yang menghasilkan ternak Sapi Perah. Terkenalnya BBPTU Sapi Perah tersebut tidak lepas dari terkenalnya Baturraden sebagai daerah lokawisata di Jawa Tengah,yang tidak hanya terkenal di Indonesia tetapi juga sampai luar negeri seperti Belanda. BBPTU Sapi Perah tidak pula terlepas dari terkenalnya seorang Belanda yang pernah tinggal di Baturraden ditempat dimana ”perusahaan” BBPTU Sapi Perah Baturraden itu berada. Penduduk setempat yang sudah berusia lanjut, masih selalu mengaitkan seorang Belanda tersebut yang bernama J.N.A.Van Balgooy dengan BBPTU Sapi Perah Baturraden. Dua orang Belanda yang adalah putera putera dari J.N.A.Van Balgooy yang bernama Dr.Max M.J.Van Balgooy dan kakaknya J.N.A.Van Balgooy Jr, baru baru ini datang berkunjung ke Baturraden dalam rangka ber nostalgia semasa masih tinggal di Indonesia, khususnya di Baturraden bersama ayah kandung tercintanya.
Baturraden merupakan lokawisata terkenal di Jawa Tengah.
Baturraden kini merupakan lokawisata terkenal di Jawa Tengah, terletak sekitar 14 km sebelah utara Purwokerto, pada ketinggian sekitar 700 meter dpl. Baturraden tidak hanya menjadi tujuan wisata terkenal di Jawa Tengah, tetapi merupakan ikon pariwisata Ilmiah di Indonesia. Misalnya di negeri Belanda, , iklan ”travel agent” sering membuat Baturraden sebagai tujuan wisata.
Sejarah Peternakan Tegalsari, Baturraden.
Sejarah BBPTU Sapi Perah Baturraden dimulai dan tidak lepas dari Sejarah Peternakan Tegalsari, Baturraden. Sejak sekitar tahun 1920, beberapa pegawai (orang Belanda) pabrik gula (Suikerfabriek) yang ada didaerah Banyumas mulai membangun pondok wisata di Baturraden. Pada waktu yang sama, seorang Belanda bernama Josephus Nicolaas Antonius Van Balgooy (J.N.A Van Balgooy), (lahir di Besuki pada tanggal 18 April 1879 dan kemudian meninggal di Den Haag), bekerja di pabrik gula di Purwokerto. Sejak masih usia muda, J.N.A. Van Balgooy sudah mempunyai impian untuk mendirikan Peternakan. Untuk mewujudkan impian itu , dimulai dengan membeli beberapa sapi lokal. Setelah sekian lama dan cukup mempunyai modal, Van Balgooy kemudian membeli suatu areal erfpacht (tanah sewa sementara) seluas 180 ha yang terletak di sebelah barat dan timur kali lirip. Tanah itu tertutup semak belukar dan tidak pernah dimanfaatkan penduduk. Dan ditanah itu, mulailah Van Balgooy mewujudkan impiannya, membuat peternakan, setelah berhenti menjadi karyawan pabrik gula purwokerto. Mula mula ternak yang dipelihara adalah sapi lokal tetapi lambat laun diganti dengan sapi ras. Peternakan milik Van Balgooy diberi nama Tegalsari.
Dengan dibantu istri Van Balgooy , Satiyem (meninggal tanggal 25 Desember 1956 di Bandung), dan keponakan keponakan: Mingun (Kartomihardjo), Supadi, Sungkana dan Achmad, Tegalsari terus berkembang. Tegalsari berkembang tidak hanya sebagai Peternakan, tetapi juga sebagai Perkebunan. Disebelah selatan erfpacht, ibu Satiyem memperoleh beberapa bidang sawah. Letak Tegalsari, disebelah utara berbatasan dengan hutan tutup dan tanah kehutanan dengan tanaman Damar (Agathis borneensis) dan getah perca (Palaquium gutta). Tanaman itu sekarang masih ada.
Pada tahun 1924, kakak dari J.N.A. Van Balgooy yang bernama Michel T.J.Van Balgooy membeli tanah erfpacht seluas 10 ha di lokasi Munggangsari, disebelah timur kali lirip untuk peternakan Babi. Tak lama kemudian tanah tersebut diberikan kepada adiknya, J.N.A.Van Balgooy. Michel dan keluarganya kemudian pindah ke Purwokerto (di Glempang) dan menjadi pengedar susu yang berasal dari Tegalsari. Michel selanjutnya pindah ke Jawa Barat, dan posisinya sebagai pengedar susu digantikan oleh Ny.Schilham.
Perluasan dan Perkembangan. Tahun 1926 Van Balgooy beserta istri pergi ke Belanda untuk menjalani operasi ginjal. Sepulangnya dari Belanda, Van Balgooy kemudian membeli beberapa ekor sapi perah untuk dibawa ke Indonesia dan diternakkan di Tegalsari. Pada tahun 1932, Babi mulai dipelihara dan dikenal dengan ”Veredeld Duits Landsvarken” artinya Babi Unggul dari Jerman. Disamping itu ada juga ternak unggas yang dipelihara seperti ayam ras (Australorp, Red, Menorca dsb.), bebek dan burung dara. Tahun 1938 didatangkan pula Domba. Kolam ikan melengkapi jumlah hewan yang dipelihara di Tegalsari.
Van Balgooy adalah seorang yang senang berburu. 15 – 20 ekor anjing selalu ada di Tegalsari, terutama digunakan untuk berburu babi hutan dan penjaga pekarangan. Disamping itu Van Balgooy juga senang memelihara burung. Rumah induk dikelilingi sangkar burung Cucak Rowo, Jalak, Beo, Kacer dan Ayam Bekisar.
Tegalsari yang juga sebagai Perkebunan, mempunyai banyak tanaman perkebunan buah buahan yang sengaja ditanam, antara lain pohon Alpokat, Durian, Jambu, Jeruk, Manggis dan Nangka. Pohon perkebunan yang ada adalah pohon Cengkeh, Kayu Manis, Kelapa, Kopi dan Pete. Tanaman sumber pangan yang juga ditanam adalah Ketela, Jagung, Muntul (Ubi Rambat), Vanilli dan Sayur Mayur. Kemudian banyak tanaman hias yan ditanam, seperti Bunga Ros, Bunga Dahlia, Bunga Gladiul, dan Bunga Anggrek (Anggrek Tanah).
Satu jenis tanaman rumput yang ditanam dan menjadi andalan adalah rumput Benggala (Panicum maximum) , yang menempati sebagian besar wilayah Tegalsari, sebagai sumber hijauan pakan utama.
Van Balgooy membangun sendiri sumber daya listriknya, yang dinyalakan antara jam 6 sore sampai jam 6 pagi.
Pada sekitar tahun 1938, areal erfpacht diperluas hingga 240 ha, dengan pembelian tanah disebelah timur kali Pelus. Tanah tersebut digunakan Van Balgooy untuk ladang dan peternakan tambahan dan kemudian diberi nama Tegalwaringin. Dalam upaya membangun dan mengembangkan peternakan dan perkebunan di Tegalsari, Van Balgooy mendapatkan bantuan dari tangan kanannya yang bernama Bapak Setyosewoyo. Dalam dalam puncak perkembangan peternakan di Tegalsari, sekitar 100 orang karyawan dipekerjakan di dua peternakan, Tegalsari dan Tegalwaringin, yang meliputi sekitar 300 ekor sapi perah dan 1000 ekor babi yang dipelihara.Pemeliharaan Sapi Perah di era Van Balgooy.
Pakan Sapi Perah berupa rumput termasuk rumput Benggala, dikumpulkan oleh tukang arit (cut and carry system). Pakan konsentrat yang dipakai adalah campuran bungkil kelapa dan bungkil kedelai dan dedak yang dicampur dengan air menjadi bubur. Tepung tulang kadang kadang dicampurkan pada konsentrat itu. (sekarang tepung tulang dilarang untuk diberikan sebagai tambahan pakan sapi perah/ruminansia).
Sapi Perah yang masih muda / dara (belum menghasilkan susu), setiap pagi di lepas di pangonan (padang penggembalaan). Setelah dewasa, sapi betina dikawinkan dengan salah satu diantara 3 sapi jantan ( “fokstier”). Sistim perkawinan yang dilakukan adalah kawin alam. Setiap sapi mempunyai nama sendiri sendiri. Untuk sapi betina diberi nama seperti Paula, Loesje, Wiesje dsb, dan untuk sapi jantan Minkes, Marius dan Wodan.
Setiap sapi mempunyai “kamar” sendiri sendiri baik jantan maupun betina dalam kandang sapi. Setiap perkawinan dicatat (sistem registrasi). Demikian pula setiap pedet yang baru dilahirkan, dicatat ciri cirinya dan digambar kanan dan kiri. Pedet segera dipisahkan dari induknya dan induk kemudian langsung bisa diperah/menjadi sapi perah dan tidak dilepas dipangonan. Untuk menjamin kebersihan (hygiene) dan mencegah terjangkitnya penyakit kulit dan terhindar dari serangan lalat, semua sapi dimandikan setiap pagi.
Berkat pemeliharaan dan penjagaan kesehatan yang baik, Sapi Perah Tegalsari menghasilkan/produksi susu sekitar 20 – 40 liter/ek/hari. Sebagian susu diberikan pedet dan sisanya kemudian dijual ke Purwokerto dan sekitarnya. Susu dijual dalam kemasan botol. Kalau susu masih tersisa, susu sisa dmanfaatkan untuk membuat mentega. Kadang kadang ada juga sapi yang dijual. Selain dari usaha peternakan sapi perah, penghasilan perusahaan juga didapatkan dari peternakan babi. Babi juga diberi bubur bungkil dan dedak seperti sapi perah ditambah dengan umbi dan daun daunan. Pembeli babi terutama adalah nelayan Tionghoa. Penghasilan tambahan yang lain diperoleh dari penjualan telur, cengkeh, kopi, bunga dan lain sebagainya.
Jaman Jepang dan berikutnya.
Pada bulan Maret 1942, tentara Jepang mendarat di pulau Jawa. Hampir semua orang Belanda, termasuk Van Balgooy masuk kamp tawanan ( di internir). Perusahaan peternakan dan perkebunan seluruhnya disita pemerintah Jepang karena mereka berpendapat bahwa perusahaan itu sangat penting untuk ekonomi penjajah. Tetapi kenyataannya pemerintah Jepang tidak sanggup mengelola perusahaan dengan sempurna. Sehingga 3 bulan kemudian, Van Balgooy ditempatkan kembali di Tegalsari dan Tegalwaringin untuk mengelola peternakan dan perkebunan , yang sudah menjadi milik Pemerintah Jepang. Tetapi keadaan sudah berubah; Keadaan ekonomi makin merosot, harga bahan naik dan semua penghasilan menjadi “mangsa” pemerintah jepang. Keadaan makin sulit, sulit membayar gaji karyawan dan pembelian pakan ternak.
Ada 2 peristiwa yang merupakan malapetaka besar yang menimpa perusahaan peternakan Tegalsari dan Tegalwaringin. Yang pertama: Tahun 1942 terjadi penyakit ayam yang menghabiskan sejumlah besar populasi ayam, yaitu sekitar lima ratus ekor ayam mati dalam beberapa pekan. Yang kedua: Tahun 1943/1944 pulau Jawa mengalami musim kemarau (el nino) yang luar biasa. Selama 7 bulan berturut turut setetespun hujan tidak turun, sehingga pada periode gersang itu, terjadi banyak kekurangan air, banyak sekali tanaman terutama rumput, mati. Kekurangan pakan pada sapi perah telah menyebabkan menurunnya produksi susu dan juga berkurangnya resistensi terhadap penyakit kulit dan luka luka yang sukar sembuh.
Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, disusul dengan pernyataan kemerdekaan Indonesia 2 hari kemudian. Keadaan selama 3 bulan berikutnya sangat kacau, tetapi pekerjaan sehari hari di peternakan berjalan seperti biasanberkat kesetiaan para karyawan.
Bulan Oktober 1945, semua warga negara asing dimasukkan kamp perlindungan, termasuk keluarga Van Balgooy dan karyawan Belandanya. Sebelum Van Balgooy dan keluarga masuk kamp perlindungan, perusahaan peternakan sudah diserahkan kepada seorang Indonesia, bernama Suwargo. Bapak Suwargo, dengan bantuan sepenuhnya dari karyawan yang sudah berpengalaman sempat meneruskan perusahaan peternakan dengan baik.
Pada bulan Juli 1947, pemerintah Belanda melancarkan “politionele actie” atau class pertama. Sebagian perumahan Baturraden dan peternakan Tegalsari dan Tegalwaringin di bumi hanguskan. Sehingga dalam waktu singkat, hasil kerja jerih payah selama 30 tahun habis bersih tidak berbekas.
Pada sekitar tahun 1950, Pemerintah Daerah RI mulai membangun kembali perumahan di Baturraden dan sekitarnya, dan menghidupkan peternakan sapi perah di tempat peternakan Tegalsari dulu. Di masa awal beberapa mantan karyawan Tegalsari ikut pula dalam pembangunan peternakan sapi perah itu. BBPTU Sapi Perah Baturraden yang ada sekarang ini awalnya adalah hasil jerih payah Pemerintah Daerah RI dan bukan peninggalan keluarga Van Balgooy, dan sama sekali bukan milik mereka.
Jaman Kemerdekaan RI.
Peternakan Sapi Perah Tegalsari mulai dibangun Pemerintah daerah RI mulai 1950. Sejak 1950 sampai sekarang, Peternakan itu telah mengalami beberapa perubahan dan perkembangan sebagai berikut :
Tahun 1950 : Pemerintah Daerah RI mulai membangun kembali Peternakan Sapi Perah Tegalsari.
Tahun 1952 : Pemerintah RI menjadikan peninggalan Van Balgooy itu menjadi Taman Ternak dan kemudian diresmikan pada tanggal 22 Juli 1953 dengan nama Induk Taman Ternak (ITT) Baturraden. Peresmian dilakukan oleh Paduka Yang Mulia Wakil Presiden Republik Indonesia, Drs.Moch.Hatta.
Pada bulan Oktober 1961 , sesuai dengan PP 31 tahun 1961, Induk Taman Ternak diserah terimakan kepada Perusahaan Peternakan Negara PERHEWANI.
Pada tanggal 27 Agustus 1968 , sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 tahun 1968, PN Perhewani dibubarkan. Dan 2 minggu kemudian, tepatnya tanggal 15 September 1968, Unit ex PN Perhewani, Induk Taman Ternak Baturraden ditetapkan dibawah Panitia Likwidasi Pusat Jakarta.
Pada tanggal 23 Juli 1970, berdasarkan surat dari Direkorat Jenderal Peternakan urusan penyelesaian likwidasi, PN Perhewani Induk Taman Ternak Baturraden dirubah menjadi Unit Usaha Peternakan Baturraden . Dan untuk sementara sambil menunggu keputusan lebih lanjut, terhitung mulai bulan April 1971, pengurusannya berada dibawah Direktorat Jenderal Peternakan cq Direktorat Pengembangan Produksi Peternakan.
Tahun 1970 sd 1974 adalah masa transisi, Tahun 1974, diperoleh anggaran rutin untuk Rehabilitasi dengan nama Induk Pembibitan Ternak Baturraden.
Pada tanggal 25 Mei 1978 , dengan surat keputusan Menteri Pertanian RI No: 313/Kpts/Org/5/78, dirumuskan kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Baturraden (BPTHMT) . BPTHMT: sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan, eselon 3b. Berturut turut Kepala BPTHMT adalah: Drh. Soebijono (1978 – 1983), Drh. Isworo Dasuki(1983 – 1990), Ir. Santoso Budiyatno (1990 – 2000) dan Ir. H.Hardiarto (2000 – 2002).
Pada tanggal 24 Juli 2002, sesuai surat keputusan Menteri Pertanian RI No. 290 tahun 2002, BPTHMT berubah menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah, eselon 3a , dengan Kepala Ir. Hartono (2002 – 2004).
Pada tanggal 30 Desember 2003, sesuai surat keputusan Menteri Pertanian RI No. 630/Kpts/OT.140/12/2003 , BPTU Sapi Perah berubah menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU Sapi Perah), eselon 2b. Kepala BBPTU Sapi Perah adalah Ir. Jacky PL Toruan (2004 – 2005). dan selanjutnya Ir.Djodi Achmad Hussain Suparto MM (2005 – Sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar