Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Nomor 6 Tahun 1967 (6/1967) Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 j menyatakan: penyakit hewan menular ialah penyakit hewan, yang membahayakan oleh karena secara cepat dapat menjalar dari hewan pada hewan atau pada manusia dan disebabkan oleh virus, bakteri, cacing, protozoa dan parasit.
Menurut ensiklopedia, protozoa mencakup banyak organisme renik heterotrof bersel tunggal populer seperti Amoeba serta Paramaecium. Namanya berasal dari dua kata bahasa Yunani: proto (awal) dan zoon (hewan), sehingga berarti "hewan pertama". Organisme ini dianggap sebagai eukaryota pertama yang bisa hidup sebagai sel tunggal di alam. Oleh karena itulah protozoa lazim disebut sebagai hewan bersel satu.
Koksidiosis
Penyakit karena protozoa pada ayam, yang paling dikenal adalah Koksidiosis dengan gejala utama berak darah. Peternak pun mengenal penyakit protozoa lain seperti malaria unggas dan Leucocytozoonosis.
Koksidiosis, penyakit menyerang sistem pencernaan. yang ditimbulkan oleh Koksidia disebabkan oleh berbagai spesies genus Eimeria. Saat ini diketahui terdapat sembilan spesies Eimeria yang menyerang ternak ayam dengan enam spesies di antaranya bersifat patogenik (menimbulkan penyakit) dan menyebabkan penyakit.
Suatu riset menyebutkan, biaya pengobatan dan pemberian aditif pakan anti-koksidiosis tidak kurang dari US $ 300 juta per tahun untuk seluruh wilayah penghasil unggas dunia. Bukankah itu harga yang teramat mahal yang harus dibayar jika peternak lalai melakukan tindakan pencegahannya?
Infeksi berawal dari tertelannya ookista yang telah mengalami sporulasi. Ookista ini dapat ditularkan secara mekanik melalui anak kandang, peralatan kandang atau litter yang tercemar. Ayam yang telah terinfeksi Eimeria tenella dapat dikenali dari jenggernya yang kelihatan pucat, disamping kotorannya bercampur darah.
Koksidia dapat menyerang setiap saat setelah anak ayam berumur 2 minggu. “Jangan biarkan penyakit pembunuh ini menyerang tiba-tiba. Pendarahan dan kotoran berwarna hitam adalah indikasi awal dari penyakit ini, terutama Koksidiosis jenis cekak (cecal). Anak ayam yang terinfeksi bulunya tidak mulus, aktivitasnya di bawah normal dan nafsu makan dan minumnya berkurang,” kata narasumber Infovet.
“Jangan menunggu sampai semua ayam di kandang menunjukkan gejala yang sama baru mengambil tindakan pengobatan. Begitu kelihatan ada tanda yang mengarah pada penyakit itu, segera obati,” saran narasumber Infovet.
Narasumber itu menguraikan, agar ayam terhindar dari berak darah, harus dilakukan langkah-langkah pencegahan seperti pengaturan sistem ventilasi udara yang baik, pengaturan kepadatan kandang yang sesuai dengan kapasitasnya dan penyediaan tempat pakan dan minum yang cukup.
Khusus untuk pengaturan tempat air minum, sebaiknya menggunakan tempat minum nipple drinker agar tidak banyak air yang tumpah ke litter. Hal ini dapat mengurangi resiko kelembaban tinggi pada litter. “Jangan lupa berikan koksidiostat (pencegah berak darah) kimiawi dan ionoforik untuk broiler dan koksidiostat sintetik untuk induk dan pullet petelur sesuai dengan petunjuk yang ada,” tegasnya.
Menurutnya, ventilasi yang baik dapat mencegah penyakit yang disebut Koksidiosis. Apabila penyakit ini menyerang, ayam akan banyak yang mati dan yang bertahan hidup akan cacat seumur hidupnya.
Toksoplasmosis
Protozoa lain yang terkenal di kalangan peternakan adalah Toksoplasmosis. Dikneal, Toksoplasmosis adalah penyakit yang sering dijumpai di daerah-daerah yang mempunyai kebiasaan memelihara kucing. Bila kucing memangsa tikus yang mengandung toksoplasma maka kucing ini akan dapat terinfeksi. Bila terinfeksi maka tinja kucing bisa mengandung oosist (salah satu bentuk toksoplasma yang dapat menimbulkan infeksi).
Di usus kucing itulah parasit ini berkembang biak. Telurnya keluar bersama tinja. sekali keluar bisa jutaan. Telur toksoplasma mampu bertahan hidup setahun di tanah lembab dan panas. Jika telur tertelan manusia, di organ tubuh manusia telur berbiak lalu masuk ke jaringan otak, jantung dan otot. Disana telur akan berkembang menjadi kista.
Toksoplasma tidak hanya menginfeksi kucing tetapi juga kelinci, anjing, babi, burung, kambing dan mamalia lainnya. Bedanya, kista toksoplasma dalam daging manusia bukan sumber penularan. Sedangkan kista di daging mamalia dan burung biasanya dimangsa anjing atau kucing. Babi, kambing, ternak dan hewan pengerat tertular toksoplasma dari memakan rumput yang tercemar tinja kucing.
Pada tahun 2005, toksoplasma dari kucing setelah dilakukan penelitian terbukti telah menulari hewan lain terutama sapi di wilayah Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Saat itu, berdasarkan penelitian Bidang Peternakan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman bekerja sama dengan Balai Besar Veteriner Provinsi DIY, dari 11 ekor kucing di Kecamatan Seyegan yang diteliti ternyata tujuh ekor di antaranya positif terjangkit toksoplasma.
Ditelitinya kucing di wilayah Seyegan itu karena di kecamatan tersebut sebelumnya banyak ditemukan sapi keguguran yang disebabkan tertular toksoplasma dari kucing, apalagi di wilayah itu terdapat banyak kucing liar.
Kecurigaan pada kucing, karena di wilayah itu banyak kucing liar yang membuang kotoran di pagar rumput kemudian dimakan oleh sapi. Dari kondisi inilah diyakini api yang terjangkit toksoplasma akibat tertular dari kucing melalui rumput yang diyakini telah terkontaminasi toksoplasma dari kotoran kucing.
Tripanosomiasis
Lazimnya dikenal sebagai penyakit Surra, disebabkan oleh semacam protozoa yang merupakan parasit darah yaitu Trypanosoma evansi. Penyakit Surra ini merupakan penyakit menular pada hewan dapat bersifat akut maupun kronis. Penyakit Surra Penyakit Surra biasanya terjadi secara sporadis tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi wabah.
Dinas Peternakan Propinsi Sumatra Barat Di Sumatera Barat melaporkan kejadian penyakit Surra ditemukan pada tahun 70-an dan pernah terjadi wabah surra pada tahun 1976 di Kab. Sawahlunto Sijunjung pada ternak kerbau dimana sebanyak 353 ekor sakit dan mati bangkai sebanyak 19 ekor.
Setelah terjadi wabah surra tahun 1976, kasus sporadis hampir setiap tahun ada seperti di daerah-daerah kantong penyakit surra yaitu Kec. Rao Mapat Tunggul Kab. Pasaman, Kec. Rambatan Kab. Tanah Datar, Kec. Matur Kab. Agam dan Kec. Pancung Soal Kab. Pesisir Selatan.
Semenjak tahun 1999 s/d tahun 2004 kasus penyakit surra sudah mulai menghilang kemungkinan berkaitan dengan vektor lalat penghisap darah seperti Tabanus yang hidup pada semak belukar sudah mulai berkurang populasinya, di samping itu daerah tersebut sudah terdesak dengan bangunan-bangunan.
Terkait dengan parasit protozoa ini, pada tahun 2007 ini Guru Besar dalam bidang ilmu Parasitologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Unair Prof Dr Drh H Setiawan Koesdarto MSc menyampaikan pidato pengukuhan sebagai guru besar tentang Penyakit Parasitik Pada Pengembangan Sapi Madura.
Menurutnya, sapi Madura tak terlepas dari serangan penyakit. Salah satu diantaranya adalah penyakit parasitik, penyakit ini disebabkan oleh beberapa agen. Selama bertahun-tahun telah dilakukan beberapa kajian tentang parasitik, meliputi helmin, protozoa darah, dan vektor lalat beserta interaksinya pada sapi Madura.
Menurut Prof Setiawan Koesdarto dalam suatu kesempatan, peluang penularan trypanosomiasis dapat terjadi jika terdapat reservoir, yaitu sapi yang terinfeksi. Mekanisme penularan dipengaruhi oleh kemampuan terbang vektor, kemampuan menyebar, serta daya tahan hidup T evansi pada vektor.
"Lama hidup pada habitat probosis vektor maksimal 4 jam. Sedangkan pada habitat fore gut maksimal 9 jam," urai Prof Setiawan Koesdarto.
Anaplasmosis/Piroplasmosis
Meski bukan wabah, Dinas Peternakan Propinsi Sumatra Barat pun melaporkan adanya kasus Anaplasmosis/ Piroplasmosis. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang tidak ditularkan secara kontak (non contagious) yang dapat bersifat perakut sampai kronis.
Tanda penyakitnya, demam tinggi, anemia, ichterus tanpa hemoglobinuria, di dalam eritrosit hewan penderita terdapat agen penyakit yang bentuknya seperti ”titik“ yang disebut Anaplasma, biasanya yang patogen adalah anaplasma marginal.
Penyakit ini lebih sering menyerang ternak sapi dan kerbau. Anaplasma maupun Piroplasma termasuk dalam golongan rikettsia yang ditularkan oleh lalat penghisap darah.
Menurut sumber di Dinas Peternakan Propinsi setempat, di Sumatera Barat belum pernah terjadi wabah anaplasmosis maupun piroplasmosis, dari hasil pemeriksan darah (ulas darah) secara sporadis sering ditemukan, tetapi tidak menimbulkan gejala klinis. Cara penularan yang lain melalui caplak sebagai induk semang alami, memindahkan penyakit ini secara transovarial kepada caplak keturunannya.
Caplak bertindak sebagai induk semang antara. Pada tahun 2001 hal ini pernah terjadi pada sapi impor ex Australia di BPTU Padang Mengatas dan menyebabkan kematian ternak hampir 15 ekor.
Dispet Sumbar bersaksi, lantaran obat untuk parasit darah harganya cukup mahal di samping itu jarang ada di pasaran, relatif sulit untuk memberantas anaplasma maupun piroplasma dalam darah hewan, kemungkinan dengan menghilangkan caplak dari lingkungan ternak dapat mengurangi penularan dari penyakit anaplasmosis maupun piroplasmosis.
Protozoa yang Lain
Kalangan di luar kedokteran hewan dan peternakan pun mengenal dan mensosialisasikan penyakit karena protozoa. Dinas Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah Propinsi DKI Jakarta mengenal Penyakit karena Protozoa sebagai penyakit ini berasal dari protozoa (trichomoniasis, Hexamitiasis dan Blachead).
”Penyakit ini dimasukkan ke golongan parasit tetapi sebenarnya berbeda. Penyakit ini jarang menyerang ayam lingkungan peternakan dijaga kebersihan dari alang-alang dan genangan air,” kata narasumber pada dinas tersebut.
Salang satu gejala yang paling umum diketahui bila protozoa menyerang pencernaan adalah diare. ”Penyakit diare memiliki manusia dan ternak sebagai reservoirnya. penyakit ini dapat disebarkan lewat tinja hewan dan manusia yang sedang sakit. Penularannya bisa dengan jalan tinja mengontaminasi makanan secara langsung ataupun tidak langsung (lewat lalat). Oleh karena itu, manajemen penyehatan lingkungan lewat perbaikan sanitasi dan penyediaan air bersih juga harus dilakukan,” kata narasumber tersebut.
Protozoa Pada Ternak Ruminansia
Adapun sumber di Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran menyampaikan, di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudahdilihat berdasarkan penyebaran silianya.
Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna.
Jelas, secara tempat hidup protozoa di dalam tubuh, ada yang protozoa darah maupun yang tinggal di luar darah. Namun protozoa berpotensi merugikan dan menimbulkan penyakit, apalagi bila banyak faktor penunjang yang tidak dipedulikan.
Dari penyebaran protoa yang menimbulkan beberapa penyakit tadi, tampak bahwa parasit lain seperti serangga pun berpotensi menjadi inang perantara yang menyebarkan protozoa untuk berpindah dari hewan ke hewan lain.
Artinya, semakin dalam kita paham tentang makhluk-makhluk parasit, termasuk protozoa, akan makin kita peduli terhadap kesehatan ternak kita. (YR/ berbagai sumber)
Semoga Bermanfaat (Hopefully Useful for You)!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar