BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang yang ditandai dengan hilangnya kepadatan tulang sehingga tulang mudah patah dan tidak tahan benturan (WHO, 1999). Di Asia terutama Indonesia, penderita osteoporosis lebih banyak dibanding dengan kawasan lain seperti di Afrika. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puslitbang gizi dan makanan dalam Pusat data dan informasi (2002), menunjukkan bahwa resiko osteoporosis di Indonesia terdapat di 14 provinsi diantaranya Sumatera Selatan 27,7%, Sumatera Utara 22,82%, Jawa Tengah 24,02%, Jawa Timur 21,42%, dan Kalimantan Timur 10,5%.
Tingginya penderita osteoporosis di Indonesia secara genetik disebabkan oleh banyaknya keturunan kulit putih yang rentan terhadap osteoporosis karena memiliki densitas (kepadatan) massa tulang 5% hingga 10% lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Afrika, Mediteranian dan Aborigin yang berkulit gelap (WHO dalam Fauzy, 2006). Selain itu postur tubuh yang relatif kecil dibanding negara lain serta asupan kalsium yang belum mencukupi juga mempengaruhi tingginya osteoporosis (Orwoll and Klient, 1995).
Kalsium merupakan unsur penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena mineral ini berfungsi dalam metabolisme dan pembentukan tulang. Sumber kalsium terbaik yang mudah diperoleh adalah susu, selain dari makanan hasil perairan, buah-buahan dan sayuran hijau. Salah satu hasil perairan yang kaya akan kalsium adalah ikan terutama dari bagian tulang. Namun tulang ikan ada yang berukuran besar dan keras dan ada juga yang berukuran kecil dan halus seperti ikan teri. Tulang yang berukuran besar dan keras tidak mungkin dikonsumsi secara langsung sehingga dibutuhkan suatu pengolahan lebih lanjut agar dapat disubtitusikan ke pangan lain sebagai bahan baku sumber kalsium.
Selama ini tulang ikan masih menjadi limbah dari sebagian besar industri perikanan. Seperti halnya di Palembang, ikan sebagai bahan baku pembuatan pempek, kerupuk dan makanan sejenis lainnya hanya memanfaatkan dagingnya saja, diantaranya daging dari ikan gabus. Sehingga dapat dipastikan bahwa tulang ikan gabus yang belum dimanfaatkan hanya akan menjadi limbah oleh setiap industri perikanan di Palembang.
Salah satu upaya untuk memanfaatkan limbah tersebut adalah dengan mengolah limbah tulang ikan gabus menjadi tepung tulang kaya kalsium. Diharapkan dengan adanya upaya untuk memanfaatan tulang ikan gabus sebagai bahan baku tepung tulang, dapat menjadi bahan tambahan makanan kaya kalsium yang siap disubtitusikan ke pangan lain dan sekaligus mampu mengoptimalkan usaha pengolahan hasil perikanan yang ada di Palembang.
Selain jumlah kalsium yang cukup dalam makanan yang dikonsumsi, penyerapan kalsium dari makanan juga merupakan faktor penting dalam pemeliharaan dan membangun tulang. Dengan demikian, diperlukan analisis fisiko-kimia dan sensoris pada tepung tulang terutama interaksi komposisi zat gizi yang secara sinergis dapat mempengaruhi penyerapan kalsium dan menjamin bahwa bioavailibilitas kalsium dari bahan pangan dapat diharapkan dengan baik (Cashman, 2000).
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan NaOH dan waktu perebusan selama ekstraksi terhadap sifat fisik kimia dan sensoris tepung tulang ikan gabus.
C. Hipotesis
Diduga penggunaan konsentrasi NaOH dan lamaya perebusan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap sifat fisik, kimia dan sensoris tepung tulang ikan gabus.
- click link
- 378
Tidak ada komentar:
Posting Komentar