LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS
2.4. Ransum
Ransum merupakan campuran bahan pakan yang mengandung nutrisi bagi ternak, diberikan kepada ternak untuk kebutuhan selama 24 jam. Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan bahan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi (Suprijatna et al., 2005). Sedangkan bahan pakan ternak adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak baik dalam bentuk dapat dimakan seluruhnya atau sebagian dan tidak mengganggu kesehatan ternak yang bersangkutan. Bahan ternak ini dapat berupa butiran (jagung, sorghum, beras, kedelai), hijauan (kangkung, daun lamtoro, turi, rumput-rumputan) dan sisa industri pengolahan (ampas kecap, ampas tahu, bungkil, dedak) (Wahju, 1997).
Untuk memperoleh pakan dengan harga yang rendah tetapi dengan kualitas yang tinggi serta sesuai dengan kebutuhan unggas maka diperlukan penyusunan ransum. Makanan untuk ternak unggas terdiri dari bahan organik dan anorganik yang diberikan sebagian atau seluruhnya dan dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak (Tillman et al., 1994).
2.4.1. Klasifikasi Bahan Pakan
2.4.1.1.Bahan Pakan Sumber Energi
Bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat relatif lebih tinggi dibandingkan zat – zat makanan lainnya. Kandungan protein sekitar 10% (Suprijatna, 2005). Bahan pakan sumber energi bukan merupakan sumber zat makanan tetapi energi yang dihasilkan dari proses metabolis zat makanan organik yang terdiri karbohidrat, lemak dan protein. Pakan sumber energi memiliki kandungan protein kasar < 20%, serat kasar < 18%. Dalam karbohidrat dan protein menghasilkan nilai energi yang relatif sama yaitu kurang lebih dari 4 kkal/gram, sedangkan lemak menghasilkan 2,25 kali lebih besar yaitu kurang lebih 9 kkal/gram. Sumber bahan energi yaitu jagung kuning, sorghum, tapioka, beras, bekatul, dan lainnya (Wahju, 1997).
2.4.1.2.Bahan Pakan Sumber Protein
Protein merupakan bagian yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, tununan pengikat, kulit rambut, bulu, paruh dan lain-lain. Bahan pakan sumber protein mengandung protein kasar > 20% dan berasal baik dari hewani maupun nabati (Anggorodi, 1995). Mutu produksi sangat ditentukan oleh jumlah keseimbangan asam amino esensial penyusunnya. Protein yang kurang salah satu protein penyusunnya menyebabkan mutu protein tersebut rendah. Tepung ikan merupakan salah satu contoh bahan pakan protein bermutu tinggi karena tersusun dari asam-asam amino esensial yang lengkap dan dalam keseimbangan satu sama lain. Sumber protein yang lain misalnya tepung daging, tepung udang, tepung bekicot, bungkil kacang tanah dan bungkil kedelai (Wahju, 1997). Dalam penyusunan ransum itik harus dipertimbangkan kandungan protein dan asam aminonya. Kekurangan protein dapat mengakibatkan pertumbuhan terganggu, produksi menurun, pembentukan zat antibodi terganggu dan ternak mudah terserang penyakit (Wahju, 1997).
2.4.1.3.Bahan Pakan Sumber Mineral
Zat-zat mineral lebih kurang 3 – 5% dari tubuh hewan dimana hewan tidak dapat membuat mineral sendiri, sehingga harus disediakan dalam pakan. Zat mineral seperti karbon, nitrogen, oksigen dan sulfur merupakan unsur terbesar yang mencukupi kimiawi organik tubuh, maka hewan membutuhkan setidak-tidaknya 13 zat organik untuk pakan yang baik (Anggorodi, 1995).
Mineral yang harus diperhatikan adalah Ca dan P, kekurangan Ca dan P akan mengakibatkan pertumbuhan lambat, kuning telur lembek, produksi rendah, kanibalisme dan tulang lentur, tetapi apabila kelebihan Ca dan P ginjal akan terganggu (Wahju, 1997). Sumber mineral terdapat di dalam tepung tulang, tepung teri, tepung kerang, feed suplement mineral, garam dapur, leguminosa, bungkil dan hijauan (Anggorodi, 1995).
2.4.1.4.Bahan Pakan Sumber Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan jaringan normal dari tubuh. Vitamin juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan ternak, mempertahankan hidup pokok, produksi dan reproduksi. Vitamin yang dibutuhkan oleh itik adalah vitamin A, B, D, E, dan K, sedangkan vitamin C tidak diperlukan karena dapat membuat sendiri dari tubuh itik. Sumber vitamin terdapat dalam biji-bijian, sisa hasil penggilingan, kacang-kacangan, hijauan, tepung ikan dan sisa metabolisme (Wahju, 1997).
2.4.1.5.Feed Supplement
Feed supplement adalah bahan pakan atau campuran bahan pakan yang dicampurkan pada bahan lain untuk meningkatkan keserasian pakan. Feed supplement diberikan dengan cara dicampur bahan lain atau tanpa dicampur / bebas (Wahju, 1997). Dalam penyusunan ransum unggas sering digunakan pelengkap tambahan yang bukan zat makanan dengan maksud memperbaiki konsumsi pakan, daya cerna, proteksi, absorbsi dan tranportasi zat-zat makanan serta memperbaiki nilai gizi ransum dan dapat menurunkan biaya pakan (Anggorodi, 1995).
2.4.2. Kandungan Nutrisi dan Pakan Unggas
Menurut Card dan Nesheirn (1972), zat-zat makanan yang diperlukan oleh ternak unggas adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air. Karbohidrat yang terkandung dalam ransum ternak berkisar antara 50 – 75% dari jumlah bahan kering.
Menurut Rasyaf (1991) tinggi rendahnya kualitas ransum sangat dipengaruhi oleh kandungan protein. Kebutuhan protein untuk layer adalah sebesar 17 – 18%. Bahan pakan yang biasa digunakan sebagai ransum unggas terbagi atas pakan asal nabati menempati 80 – 94% dari total formulasi ransum, karena bahan pakan asal nabati umumnya merupakan sumber energi yang harus selalu dipenuhi dalam ransum unggas (Wahju, 1997).
2.4.3. Bahan Pakan Dalam Ransum
2.4.3.1.Jagung Kuning
Bahan pakan kaya akan karoten, sebagai sumber energi, bersifat palatibilitas pada ternak serta rendah serat kasarnya (Wahju, 1997). Penggunaannya dalam ransum dapat diberikan antara 40 – 50% tergantung dari tujuan pemeliharaan ternak tersebut. Perkiraan penggunaan maksimal jagung kuning dalam ransum. Menurut Hardjosworo (2000), adalah 50 – 60%. Jagung kuning digunakan dalam jumlah besar dalam penyusunan ransum karena jagung kuning merupakan sumber energi yang baik. Kandungan energi metabolisnya sebesar 3320 kkal/kg. Tetapi jagung kuning bukan sumber protein yang baik karena proteinnya 9% (Anggorodi, 1995). Jagung kuning juga merupakan sumber xanthophyl, sumber pro vitamin A dan sumber asam lemak (Rasyaf, 1998).
2.4.3.2.Bekatul
Bekatul biasanya bercampur pecahan-pecahan halus dari menir dan lebih sedikit mengandung kulit dan selaput putih serta berwarna agak kecoklatan (Lubis, 1963). Bekatul mendekati analisa dedak lunteh, tetapi sedikit mengandung selaput putih dan bahan kulit. Susunan zat makanannya sebagai berikut : 15 % air; 14,5 % protein; 48,7 % BETN; 7,4 % serat kasar; 7,4 % lemak dan 7% abu, kadar protein dapat dicerna 10,8 %dan MP 70 % (Anggorodi, 1985).
2.4.3.3.Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa merupakan sumber lemak yang baik untuk unggas serta mengandung protein. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah. Pemberian bungkil kelapa untuk komposisi ransum maksimal sebesar 10 – 15%. Bungkil kelapa selain sebagai sumber asam lemak juga sebagai sumber Ca dan P meskipun kandungannya sedikit (Hardjosworo, 2000). Penggunaan bungkil kelapa seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak dalam ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 % , sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan asam amino (Rasyaf, 1991).
2.4.3.4.Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang cukup tinggi terutama untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan terlalu banyak (Rasyaf, 1991). Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan. Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin (Wahju.1997).
2.4.3.5.Tepung ikan
Tepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik untuk unggas, karena mengandung asam-asam amino esensial dan sumber utama dari lisin dan methionin. Tepung ikan yang tidak rusak karena pengolahan mengandung energi metabolis yang tinggi (Wahju, 1997). Menurut Rasyaf (1998), protein kasar tepung ikan berkualitas baik antara 60 – 70% dan tepung ikan juga merupakan sumber Ca dan P. Kandungan energi metabolisnya 2930 kkal/kg, protein 59%, dan lemak 9% (Anggorodi, 1995).
2.4.3.6.Top mix
Kebutuhan akan mineral memang tidak terlalu besar tetapi peranannya sangat penting sekali. Jumlah yang relatif sedikit ini sering tidak dapat dibedakan dengan vitamin. Zat-zat mineral diperlukan untuk pembentukan rangka sebagai hormon atau sebagai activator enzim dan untuk pemeliharaan keperluan hubungan osmotik yang tepat dalam tubuh unggas (Anggorodi, 1995). Penggunaan top mix yang dicampurkan pada komposisi pakan unggas, secara umum dianjurkan dengan dosis 100 – 200 gram untuk 100 kg pakan. Hal ini disebabkan karena top mix adalah bahan sintetis selain itu juga dilihat dari segi ekonomisnya (Murtidjo, 1992).
Ransum untuk itik grower
Ransum untuk itik pada dasarnua adalah sama seperti ransum utnuk ayam kesamaannya terutama dalam penggunaan bahan makanan tetapi itik dapat memanfaatkan hijauan dalam jumlah lebih besar dibandingkan ayan dan pada umumnya potongan hijauan segar diberikan kecuali apabila itik dapat memperoleh cukup hijauan di lapangan. Ransum itik umumnya diberikan agak basah, air perlu ditambahkan ke dalam ransum untuk membuat bahan makanan saling melekat akan tetapi tidak boleh begitu basah sehingga menjadi becek.
Setiap ekor itik akan mengkonsumsi sekitar 225 gram ransum per hari, sediakan lebih kurang 40% kari jumlah tersebut di pagi hari dan sisanya di sore hari.
Kebutuhan nutrisi untuk itik grower usia 4-10 minggu membutuhkan asam amino 2,25% dan mineral 2,05%. Pada umur 7-10 minggu itik membutuhkan protein 20-22 % dengan kebutuhan energi sebesar 3850 kkal EM per kg
Metode Penyusunan Ransum
Cara penyusunan ransum seharusnya memperhatikan tujuan penyusunan ransum, bahan pakan yang tersedia dan tabel kandungan bahan pakan dari bahan-bahan pakan yang tersedia yang direkomendasikan untuk setiap periode pertumbuhan produksi (Wahju, 1997).
Percampuran bahan pakan dilakukan dengan cara bertahap. Percampuran dimulai dengan cara dari bahan yang paling sedikit porsinya sampai yang paling besar porsinya. Percampuran cara ini dimaksudkan supaya pakan tersebut bercampur secara homogen, supaya percampurannya merata dan percampurannya dapat menggunkan alat feed mixer atau mesin pengaduk makanan (Rasyaf, 1998).
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Penyusun Ransum Layer Starter
Bahan Pakan | Energi Metabolisme (Kkal/kg) | Protein Kasar (%) |
Jagung kuning | 8,7 | 3370 |
Bekatul / Dedak | 12 | 2860 |
Bungkil Kelapa | 21 | 1540 |
Bungkil Kedelai | 45 | 2240 |
Tepung Ikan | 60 | 3080 |
Top Mix | - | - |
Sumber : Wahju, 1997.
Dalam menyusun ransum terdapat tiga macam metode, yaitu pertama Trial and Error adalah perhitungan yang dilakukan secara coba – coba dan berulang kali dilakukan, yang akhirnya bisa diperoleh angka prosentase yang dimaksud; kedua Pearson Square adalah penyusunan ransum yang dilakukan dengan menggunakan rumus segi empat dan ketiga adalah Linear Program yaitu penyusunan ransum dengan menggunakan program komputer (Wahju, 1997).
BAB III
METODOLOGI
Praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi Formulasi Ransum Unggas dilaksanakan pada hari Senin 24 April 2006 pukul 13.00 – 15.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
3.1. Formulasi Ransum Unggas
3.1.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum Formulasi Ransum Unggas menggunakan materi berupa jagung kuning (jagung giling), bekatul / dedak, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan dan top mix. Peralatan yang digunakan berupa timbangan elektrik untuk menimbang komposisi dari beberapa bahan pakan, nampan sebagai tempat pencampuran pakan, dan plastik sebagai tempat hasil pencampuran.
3.1.2. Metode
Praktikum tentang Formulasi Ransum Unggas menggunakan Metode Trial and Error. Kegiatan yang pertama kali adalah menghitung komposisi bahan pakan sesuai sesuai dengan dengan protein kasar dan energi metabolisme yang dibutuhkan. Dalam penyusunan ransum yang harus diketahui adalah mempertimbangkan faktor harga sesuai dengan komposisi bahan pakan yang telah disusun.
Prosedur pelaksanaan praktikum yang ditepuh, yang pertama adalah menentukan standar kebutuhan ransum yang akan disusun, yaitu untuk periode grower berdasarkan kebutuhan rasio energi-protein. Kemudian menentukan bahan pakan yang tersedia dan akan digunakan dan melakukan pengecekan kandungan bahan pakan tersebut dengan tabel komposisi nutrient yang terkandung dalam masing-masing bahan pakan. Lalu dilanjutkan dengan memformulasikan bahan pakan yang tersedia tersebut sehingga memenuhi standar kebutuhan yang diharapkan baik dari aspek tahapan produksi maupun bobot badannya dengan menggunakan metode ”Trial and Error”. Setelah itu mencatat hasil formulasi bahan pakan yang diperoleh pada tabel hasil perhitungan formulasi bahan pakan kegiatan praktikum yang telah disediakan. Setelah diketahui formulasinya, kemudian menyusun ransum sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan secara berlapis dan melakukan pencampuran secara merata dari bahan pakan dengan jumlah komposisi terbanyak diikuti bahan pakan dengan komposisi yang semakin sedikit dalam ransum tersebut. Bahan pakan yang telah selesai dicampurkan dibagi menjadi empat bagian dan dilakukan pencampuran per bagiannya. Bahan pakan yang terbagi menjadi empat bagian setelah selesai dicampur masing-masing bagian dicampur menjadi satu dan dilakukan pencampuran ulang sampai semua bahan tercampur secara homogen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.6. Penyusunan Ransum
4.6.1. Kebutuhan Nutrisi untuk Layer Starter
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bahan Penyusun Ransum Layer Starter
Bahan Pakan | Energi Metabolisme (Kkal/kg) | Protein Kasar (%) |
Jagung kuning | 8,7 | 3370 |
Bekatul | 12 | 2860 |
Bungkil Kelapa | 21 | 1540 |
Bungkil Kedelai | 45 | 2240 |
Tepung Ikan | 60 | 3080 |
Top Mix | - | - |
Sumber : Wahju, 1997.
Tabel 4. Kandungan Bahan Pakan Ransum Unggas dalam Praktikum
Bahan Pakan | Protein Kasar (%) | Energi Metabolis (Kcal/kg) | Komposisi (%) (gr) | Harga |
Jagung Giling | 4,68 | 1170,52 | 526 | 526 x Rp. 1.900 = Rp. 999,4 |
B.Kelapa | 2,95 | 181,19 | 141 | 141 x Rp. 1.700 = Rp. 239,7 |
B.Kedelai | 2,27 | 152,55 | 54 | 54 x Rp. 2.500 = Rp. 135 |
Tepung Ikan | 5 | 296 | 100 | 100 x Rp. 3.700 = Rp. 370 |
Bekatul / Dedak | 2,4 | 336,42 | 178 | 178 x Rp. 1.100 = Rp. 195,8 |
Top Mix | 0 | 0 | 5 | 5 x Rp. 16.000 = Rp. 80 |
Total | 17,3 | 2136,68 | 1004 | Rp. 2.019,9 |
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2006.
4.6.2. Analisis Ransum dan Harga
Ayam petelur (layer) periode starter mempunyai kebutuhan Protein Kasar sebesar 20% dan Energi Metabolisme 2.900 Kkal/kg. Sedangkan dari data yang diperoleh, ransum yang disusun memiliki kandungan Protein Kasar 19,955% dan Energi Metabolisme 2847,9 Kkal/kg.
Pada hakekatnya, ayam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Apabila kebutuhan energi telah terpenuhi maka ayam akan menghentikan konsumsi, sebaliknya bila kurang maka akan meningkatkan konsumsi. Laju pertumbuhan yang baik dapat dicapai dengan kisaran tingkat energi dalam pakan yang luas karena anak ayam mampu mengatur jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mempertahankan konsumsi energi relatif konstan
(Suprijatna, 2005). Karena Energi Metabolisme dalam ransum lebih rendah dari yang dibutuhkan maka ayam akan cenderung meningkatkan konsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi.
Sebagian besar bahan kering yang ditimbun dalam jaringan pada saat periode pertumbuhan / starter berupa protein. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pada hakekatnya adalah penimbunan protein. Sumber utama protein yaitu protein yang terdapat dalam pakan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, ketersediaan protein yang memadai dalam pakan merupakan hal yang kritis. Pakan yang kandungan proteinnya kurang mengakibatkan laju pertumbuhan dan tingkat produksi yang menurun (Suprijatna et al., 2005). Karena Protein Kasar yang terkandung dalam ransum lebih kecil dari kebutuhannya maka laju pertumbuhannya menurun, namun penurunan ini tidak drastis karena kekurangan Protein Kasar dalam ransum dengan kebutuhannya hanya 0,045%.
Kandungan Protein Kasar (PK) dalam ransum dan Energi Metabolismenya (EM) harus seimbang karena jika PK lebih tinggi dari EM maka energi yang tersedia habis hanya untuk mencerna PK-nya, sedangkan untuk mencerna zat-zat lain juga diperlukan energi. Jika PK lebih rendah dari EM maka akan terjadi kelebihan energi yang mengakibatkan panas tubuh meningkat, nafsu makan menurun dan menurunkan konsumsi pakan sehingga pertumbuhannya terhambat. Kandungan PK dan EM dalam ransum yang disusun pada praktikum ini seimbang. Keduanya mempunyai kandungan lebih rendah dari kebutuhan yang harus dipenuhi.
Salah satu tujuan dalam penyusunan ransum adalah supaya didapatkan pakan dengan harga yang relatif murah namun dengan kualitas yang tinggi. Adapun harga pakan yang telah disusun adalah sebagai berikut :
Harga pakan per kg
Jagung Giling : Rp 1.900,- x 526 g = Rp 999,4
Bungkil Kelapa : Rp 1.700,- x 141 g = Rp 239,7
Bungkil Kedelai : Rp 2.500,- x 54 g = Rp 135,-
Tepung Ikan : Rp 3.700,- x 100 g = Rp 370,-
Bekatul / Dedak : Rp 1.100,- x 178 g = Rp 195,8
Top Mix : Rp 16.000,- x 5 g = Rp 80,-
Total Harga = Rp 2.019,9
Ransum yang disusun mempunyai efisiensi yang cukup baik. Dengan harga yang relatif murah, namun kebutuhan PK dan EM-nya dapat terpenuhi.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa unggas mendapat nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dari pakan yang dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi unggas maka perlu dilakukan penyusunan ransum sesuai kebutuhan dan periode serta jenis unggas ini. Selain itu penyusunan ransum juga diperlukan untuk memperoleh pakan dengan harga yang relatif murah namun dengan kualitas yang tinggi. Kandungan nutrisi dalam pakan harus seimbang satu dengan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Unggas. UI Press, Jakarta.
Blakely, J. dan Bade, H. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Card, L. E. And M. C. Neishem. 1972. Poultry meat Hygiene and Inspection. Builliere tindall, Febiger, Philladelphia.
Ensminger, M. E. 1992. Animal Science, Sixth Edition. The Interstate Printer and Publisher Inc. Paville Illionis.
Frandson. 1992. Anatomi Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harjosworo, P. S. Dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerbit ITB dan Udayana, Bandung.
Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Cetakan ke-3. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Rasyaf, M. 1991. Memelihara Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Samosir, D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. PT. Gramedia, Jakarta.
Sarwono, B. 1993. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Say, Ralph. 1992. Manual of Poultry Production in The Tropic. CAB International, English.
Siregar dan Sabrani, 1970. Teknik Modern Beternak Ayam. CV. Yasaguna, Jakarta Srigandono, B. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soegiarsih, P. 1990. Diktat Ilmu Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Srigandono, B. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah mada University Press, Yogyakarta.
Suprijatna, Edjeng, Dr. et al. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, et al. 1994. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Toelihere, M. 1981. Ilmu Reproduksi Ternak (Terjemahaan). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan keempat. Gadjah mada University Press, Yogyakarta.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar