Join emridho's empire

Jumat, 30 Desember 2011

makalah management agribisnis ( komoditi karet )


DAFTAR ISI

1. Latar Belakang ......................................................................................................... 3
            1.1. Lokasi Perkebunan Karet .......................................................................... 3
2. Pentingnya pengamatan Mulai dari Produksi dan Konsumsi ................................... 3
3. Prospek Karet dari Sisi Permintaan .......................................................................... 4
4. Permasalahan Komoditi Karet dilihat dari Sisi Agribisnis ....................................... 5
A. Subsistem Upstream Agribussiness (Hulu)/input pertanian ........................ 5
            B. Subsistem On Farm/Produksi Pertanian .......................................................6
            C. Subsistem/pengolahan/Agroindustri/hilir .................................................... 6
5.      Subsistem Agribisnis  ............................................................................................. 7
6.      Subsistem agribisnis yang paling berperan ............................................................. 8
7.  Analisis SWOT .......................................................................................................  9
8.      Bauran Pemasaran (4P) Komoditi Karet ................................................................ 9
9.      Potensi Ekspor Karet .............................................................................................. 10
10.  Atribut Kualitas Karet ............................................................................................ 11
11.  Kesimpulan .............................................................................................................12
12.   Daftar Pustaka ........................................................................................................13
13.   Lampiran
1. Jalur Pemasaran Karet secara Umum ............................................................ 14
2. Jalur Pemasaran ekspor Karet Indonesia ....................................................... 15
3. TABEL  ......................................................................................................... 16
















1. Latar Belakang
          Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan-peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila terjadi jatuh dari suatu tempat. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet juga meningkat dengan sendirinya sesuai kebutuhan manusia.
            Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Havea Brasiliensis. Ini dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons yang memberikan banyak latex lagi.
            Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet di Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai US $ 4,2 milyar (kompas, 2006).
            Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau  pekebun swasta untuk membiayai pembangunan karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.
       Agribisnis karet alam di masa datang akan mempunyai prospek yang makin cerah karena adanya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam, kecenderungan penggunaan green tyres, meningkatnya industri polimer pengguna karet serta makin langka sumber-sumber minyak bumi dan makin mahalnya harga minyak bumi sebagai bahan pembuatan karet sintetis. Pada tahun 2002, jumlah konsumsi karet dunia lebih tinggi dari produksi.
Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia karena negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia makin kekurangan lahan dan makin sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia akan makin baik. Kayu karet juga akan mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan. Arah pengembangan karet ke depan lebih diwarnai oleh kandungan IPTEK dan kapital yang makin tinggi agar lebih kompetitif.

1.1. Lokasi perkebunan karet di Indonesia

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.  
2.     Pentingnya Pengamatan Mulai dari produksi dan Konsumsi
           
Karena karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra–sentra baru diwilayah sekitar perkebunan karet, maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Pengamatan produksi dilakukan pada seluruh aspek kegiatan yang berkaitan dengan produksi, yang meliputi :
a.       Kegiatan proses produksi
b.      Kualitas produk yang dihasilkan, apakah telah sesuai dengan standarisasi (SIR) yaitu merupakan faktor yang menentukan dalam tercapainya jaminan mutu untuk setiap produk, dapat dilihat dari keaamanan, keselamatan, dan kesehatan bagi konsumen.
c.       Biaya produksi yang dikeluarkan harus disesuaikan dengan harga karet dunia agar petani tidak mengalami kerugian dan didukung dengan kualitas karet itu sendiri.
d.      Pentingnya IPTEK bagi para petani, agar proses produksi dapat berjalan dengan baik yang akan berimbas pada peningkatan hasil produksi.
e.       Skala Produksi, produksi karet alam dunia meningkat dari 2 juta ton lebih pada tahun 1960 mencapai 6,15 juta ton pada tahun 1996 dengan laju pertumbuhan 3,2% per tahun. Namur selama 6 tahun terakhir (1996-2002) produksi karet alam dunia tidak memperlihatkan pertumbuhan yang mencolok yaitu hanya sekitar 2,15% per tahun.

Pentingnya pengamatan konsumsi :
            Pengamatan konsumsi dilakukan guna mengetahui apakah karet yang diolah dan diproses memiliki nilai ekonomis dan kualitas produknya memiliki standar yang dapat diterima oleh konsumen.
            Bila ditinjau untuk skala konsumsi karet itu sendiri sangat besar peluang dan daya belinya. Dalam 6 tahun terkahir (1996-2002) konsumsi agregat karet alam dunia tumbuh sekitar 3,0% per tahun. Pada tahun 2002 konsumsi karet alam dunia tercatat sekitar 7,39 juta ton, yang berarti lebih besar daripada tingkat produksi pada tahun yang sama. Lebih tingginya konsumsi dibanding produksi pada tahun 2002 mencerminkan pertumbuhan konsumsi yang lebih cepat sebagai dampak dari perubahan factor produksi dan persaingan. Dengan makin majunya karet di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan konsumsi dan ekspor karet, sehingga produksi karet pada tahun 2035 diperkirakan naik sebesar 31,3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton untuk karet alam.

3.     Prospek karet dari sisi permintaan

          Harga karet alam dipengaruhi permintaan (konsumen) dan penawaran (produksi) serta stok dan cadangan. Menurut Internasional Rubber Study Group (IRSG) tentang permintaan diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada periode dua dekade kedepan, terutama pabrik–pabrik ban seperti Bridgeston, Goodyar dan Michclin, sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk Task Force Rubber Economi Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035. Hasil studi REP menyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 ada sebesar 31,3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya ada karet alam.
            Permintaan merupakan banyaknya barang yang diminta, dalam hal ini disebut konsumsi. Faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat permintaan karet adalah konsumen dan harga. Konsumen akan membeli jika harga karet dianggap murah atau bisa dijangkau. Sebaliknya konsumen tidak akan membeli kalau harga diluar jangkauannya. Oleh karena itu, permintaan tergantung pada daya beli konsumen.
            Konsumsi karet alam disaingi  oleh barang pengganti karet. Barang pengganti ini pengaruhnya sangat dominan terhadap perkembangan usaha perkembangan karet alam. Semakin banyak barang pengganti karet, karet sintetis, akan semakin besar pengaruhnya apalagi diikuti oleh harga yang lebih rendah.
            Daya beli konsumen selalu dipengaruhi oleh naik turunnya kurs valuta asing, terlebih bagi negara berkembang seperti Indonesia sebab nilai kurs mempengaruhi pendapatan nilai devisa negara.
            Besarnya konsumsi karet sintetis disebabkan akan naiknya permintaan akan mobil. Dinegara industri mobil permintaan karet sintetis sangat besar (70%), sedangkan negara-negara berkembang hanya (30%). Semua kegiatan memacu industri karet alam dalam merebut pasar tidak lepas dari harga. Harga karet alam sendiri tidak lepas dari harga barang lain yang diikutsertakan dalam proses produksi. Jika harga output tinggi, berarti biaya akan tinggi dan harga barang akan tinggi pula.
            Tingkat konsumsi karet alam Indonesia belum sampai pada tingkat kejenuhan, paling tidak sampai pada beberapa dasawarsa mendatang. Pada saat tingkat kejenuhan itu tercapai, industri karet alam sangat diharapkan tetap menggunakan karet alam untuk sebagian besar industri. Dengan demikian angka konsumsi karet menjadi berimbang. Sekarang yang harus dipertahankan adalah harga karet alamnya.
            Konsumsi karet alam dunia dalam dua dekade terakhir meningkat secara drastis, walaupun terjadi resesi ekonomi dunia pada awal tahun 1980an dan krisis ekonomi asia pada tahun 1997-1998. Penawaran karet alam dunia pun meningkat lebih dari 3 % per tahun dalam dua dekade terakhir dimana mencapai 8.81 juta ton per tahun.
             Untuk perkembangan harga karet sintetik sebagai produk hasil industri harganya relatif stabil dibanding dengan karet alam. Selain itu, karet sintetik harganya cenderung naik sejalan dengan harga bahan baku, kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari negara produsen. Hal ini berbeda dengan harga karet alam yang  berfluktuasi yang dipengaruhi oleh kondisi alam (cuaca/iklim), nilai tukar dan perkembangan ekonomi negara konsumen.
            Seiring dengan terbentuknya kerja sama tripartite antara tiga negara produsen karet alam dunia (Thailand, Indonesia, dan Malaysia), harga karet alam di pasaran dunia memperlihatkan kecenderungan yang membaik. Pada akhir tahun 2001 harga karet alam berkisar antara US $ 46 sen per kg – US $ 52 sen per kg. Setelah masing-masing negara anggota melaksanakan AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) dan SMS (Supply Management Scheme). Harga merangkak naik. Pada bulan Januari 2002 mencapai US $ 53,88 sen per kg dan pada bulan Agustus 2003 mencapai US $ 83, 06 sen per kg.       Berdasarkan proyeksi jangka panjang (2010-2020) harga karet alam diperkirakan akan dapat mencapai sekitar US $ 2,5 per kg. Hal ini diharapkan akan merupakan daya tarik bagi pelaku bisnis di bidang agribisnis karet di Indonesia.

4.     Permasalahan Komoditi Karet Dilihat Dari Sisi Agribisnis

A.    Subsistem Upstream Agribussiness (Hulu)/input pertanian

a.      Rendahnya Produktivitas
            Rendahnya produktivitas terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas yang di dominasi karet remah atau crumb rubber. Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan juga oleh banyaknya areal tua rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan .
            Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet nasional adalah rendahnya produktivitas karet rakyat (+ 600 kg/ha/th), antara lain karena sebagian besar tanaman masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif (+ 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha areal karet berada dalam kondisi tua dan rusak dan sekitar 2-3% dari areal tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan peremajaan. Dengan kondisi demikian, sebagian besar kebun karet rakyat menyerupai hutan karet.

b.      Sumber Dana
Adanya keterbatasan modal yang dihadapi oleh petani dalam membeli bibit unggul maupun sarana produksi lain seperti herbisida dan pupuk, selain itu bahan tanam karet unggul hanya tersedia di Balai penelitian melalui sistem Waralaba si sentra-sentra pembibitan yang juga madih sasngat terbatas jumlahnya.
c.       Kurangnya dukungan dan penyuluhan pemerintah
Dalam hal ini pemerintah kurang memberikan penyuluhan mengenai pengelolaan karet dengan benar sehingga bagi petani biasa yang memiliki areal perkebunan yang hanya beberapa hektar kurang menghasilkan karet yang berkualitas jika dibandingkan perkebunan besar milik pemerintah dan swasta dan pemerintah juga telah menghentikan pengutan CESS (dana untuk pengembangan, promosi, dan peremajaan) ekspor komoditi karet sejak tahun 1970.
d.      Kurangnya IPTEK.
Kurangnya IPTEK para petani karet yang ada di pedesaan, membuat produktivitas dan kualitas karet yang di hasilkan rendah dan kurang bersaing di pasaran dunia.
e.       Adanya hukum dan perundang-undangan penebangan
Pemerintah mengeluarkan peraturan dimana dalam membuka lahan baru, petani diwajibkan memiliki surat izin penebangan. Diman proses mendapatkan surat izin tersebut sangat rumit apalagi pada petani rakyat.
f.       Kurangnya pemanfaatan kayu karet
Masalah lain yang dihadapi dalam komoditas karet adalah pemanfaatan kayu karet baru sebatas kayu olahan, papan artikel, dan papan serat. Hal ini terjadi karena lokasi pengolah kayu jauh dari sumber bahan baku sehingga biaya transportasi menjadi tinggi. Oleh karena itu, harga kayu karet di tingkat petani masih rendah dan tidak menarik bagi petani.
B.   Subsistem On Farm/Produksi Pertanian

Arah kebijakan pada sisten on-farm adalah terwujudnya suatu kondisi dimana ketersediaan sarana produksi, spesialisasi subsistem on-farm terletak pada produktivitas hasil lateks dan kayu.
Masalah utama yang dihadapi oleh petani dalam sistem ini ketersediaan bahan baku yang tidak kontinue.

C.   Subsistem/pengolahan/Agroindustri/hilir

a. Rendahnya daya saing produk-produk industri lateks Indonesia bila dibandingkan dengan produsen lain terutama Malaysia.
b. Adanya penurunan areal hutan, eksploitasi kayu hutan yang berlebihan, tidak adanya program reboisasi yang berkesinambungan sehingga membuat permintaan akan karet tidak dapat terpenuhi karena bahan baku yang kurang.

7.     Subsistem Agribisnis

a. Farming
        Untuk menanam dan menghasilkan karet yang unggul dan berkualitas serta mempunyai produktivitas yang tinggi tidaklah mudah, semuanya harus diperhatikan secara seksama dimulai dari ;
v  Asal Bibit
      Bibit yang bagus untuk karet unggul adalah bibit yang berasal dari penyerbukan sendiri maupun silang yang dibantu serangga jenis (Nitudulidae, Phloeridae, Eurculionidae) setelah sebulan terjadinya pembuahan sekitar 30-607 akan gugur secara berangsur-angsur dan sisanya berkembang hingga masak, ini adalah bibit yang bagus.
v  Seleksi Bibit
      Setelah mendapatkan bibit, tidak langsung dapat disemai tetapi terlebih dahulu diseleksi untuk memisahkan antara bibit yang bagus dengan bibit yang kualitasnya jelek, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemantulan dan perendaman, apabila bijinya dipantulkan biji tersebut melenting maka biji tersebut berkualitas bagus dan memiliki daya kecambah +  807. Sedangkan untuk perendaman apabila biji tersebut direndam dan tidak mengapung/tenggelam maka biji tersebut bagus dan mempunyai daya kecambah  + 80-92%.
v  Penyemaian
      Penyemaian ini tidak bisa dilakukan sembarangan, sebelum penyemaian harus disediakan media seperti pasir sungai yang bersih dan halus barulah disemai bibit yang telah disediakan dengan cara menekan biji kedalam media pasir.Penyiapan lahan
      Dewasa ini budidaya karet dikenal beberapa istilah teknis yang berhubungan dengan penyiapan lahan. Yaitu :
-          New Planting (bukaan baru), penanaman karet yang dilaksanakanpada lahan yang sebelumnya tidak ada penanaman karet.
-          Replanting (pembukaan ulang), yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya telah ditanami tanaman karet.
-          Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis tanaman keras/perkebunan lain.
v  Jarak Tanam
      Agar pertumbuhan dari karet yang ditanam bagus maka harus ditentu oleh jarak. Jarak yang biasanya dipakai umum sempit yakni 3m x 3m atau 4m x 4m yaitu dengan hubungan segitiga sama sisi sehingga jumlah tanaman tiap hektar cukup banyak. Tetapi dewasa ini jarak yang digunakan 7m x 3m atau 7,14m x 3,33 m atau 8m x 2,5m.

 b. Procesing
        Setelah umur karet yang ditanam sudah mencapai 5-6 tahun maka karet tersebut    sudah bisa untuk disadap, penyadpan adalah mata rantai pertama dalam proses produksi. Karet penyadapan dilaksanakan dikebun produksi dengan menyayat atau mengiris (dewasa ini juga dengan cara menusuk) batang dengan cara tertentu dengan maksud untuk memperoleh lateks atau getah.
            Untuk memperoleh karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil penyadapan dikebun harus bersih, proses pengolahan ini dimulai dari mengumpulkan lateks dikebun penerimaan lateks. Pengangkutan lateks, pengumpulan gumpalan karet mutu rendah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks serta bahan-bahan kimia dan air sebagain bahan pengolahan.

c. Marketing
      Setelah semua rangkaian dari proses telah dilaksanakan, kemudian sampai pada proses/tahap pemasaran. Yang dipasarkan adalah lateks pekat hasil penguapan, yang disebut Revertex Standar, memiliki kadar zat padat sekitar 73% dan kadar karet kering 68%. Untuk melakukan pemasaran harus memenuhi standar yaitu standar ISO dan dapat juga menggunakan mutu standar menurut ASTN atau BS, meskipun demikian dalam transaksi acapkali spesifikasi mutu lateks pekat ditentukan atas persetujuan antara penjual dan pembeli.


d. Penelitian dan Pengembangan (R & D)
         
Dengan kondisi harga karet sekarang ini yang cukup tinggi, maka momen tersebut perlu dimanfaatkan dengan melakukan peremajaan karet rakyat dengan menggunakan klon klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani.
            Strategi di tingkat on farm yang diperlukan adalah :
(a)    penggunaan klon unggul penghasil lateks dan kayu yang mempunyai prosuktivitas lateks potensial lebih dari 3000 kg/ha/th, dan menghasilkan produktivitas kayu karet lebih dari 300 m3/ha/siklus
(b)    percepatan peremajaan karet tua seluas 4000 ha sampai dengan  tahun 2009 dan 1.2 juta ha sampai dengan 2025;
(c) Diversifikasi usaha tani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak untuk meningkatkan pendapatan petani;
(d)   peningkatan efisiensi usaha tani.

Strategi di tingkat off farm adalah :
(a) peningkatan kualitas bahan olah karet (bokar) berdasarkan SNI yang diisyaratkan oleh industri pengolahan.
(b)    peningkatan efisiensi pemasaran untuk meninkatkan margin harga petani;
(c)    penyediaan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama;
(d)   pengembangan infrastruktur;
(e)    peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir yang ramah lingkungan;
(f)    peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran. 
e.  Pendukung
Dalam melakukan pengeksporan karet biasanya dilakukan dengan menggunakan peti kemas untuk lebih memacu, mempromosikan komoditi karet. Berkembangnya teknologi otomatisasi dan komputerisasi juga sangat menuntut pasokan bahan baku yang bermutu konsisten, termasuk juga mutu karet alam.

8.     Subsistem agribisnis yang paling berperan

          Subsistem yang paling berperan adalah farming, hal ini dikaitkan dengan permasalahan dari komoditi tersebut yaitu:
ü  Rendahnya produktivitas
Pertanian indonesia umumnya bersifat tradisional, dengan tingkat teknologi dan skill inikah menyebabkan pertanian indonesia tidak berkembang dengan pesat,sehingga produktivitas pertanian rendah.Dengan produktivitas yang rendah ini tidak dapat menutupi akan kebutuhan
ü  Belum ada sumber dana yang tersedia
Dana atau modal adalah faktor yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha.Apabila dana tidak ada atau belum tersedia perusahaan tidak dapat berjalan. Solusinya adalah dengan melakukan sistem perkreditan pada badan atau lembaga yang dapat meminjamkan modal
ü  Kurangnya IPTEK
Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan masyarakat pedesaan tidak dapat menciptakan petani yang handal. Dengan tingkat IPTEK yang rendah ini sistem pertanian Indonesia dapat tertingal dengan negara lain.



7. Analisis SWOT
         
. KEKUATAN (strength) dari komoditas karet :
Ø  Karet merupakan salah satu komoditi ekspor yang mempunyai harga jual tinggi juga salah satu penghasil devisa bagi Negara.
Ø  Karet yang dihasilkan oleh perkebunan yang ada di Indonesia sudah lulus standar ISO dan standar ASTN dan BS,
Ø  Karet membutuhkan kondisi alam yang subur dan ini sangat sesuai dengan kondisi alam di Indonesia
Ø  Pembukaan lahan karet dapat dilakukan dengan replanting (bukaan Ulangan) dan konversi.
Ø  Karet dapat digunakan sebagai bahan industri mobil, ban, dll.
KELEMAHAN (weaknees) dari komoditas karet :
Ø  Karet yang dihasilkan oleh petani desa pada umumnya berkualitas rendah.
Ø  Nilai ekspor karet alam Indonesia dalam bentuk bahan baku mempunyai mutu yang lebih rendah daripada Negara lain.
Ø  Apabila datang musim penghujan maka kualitas karet sedikit menurun.
Ø  Adanya penjarahan terhadap karet yang siap panen oleh oknum tertemtu.
Ø Kurangnya penguasaan teknologi baik dalam pembibitan, produksi  dan pengolahan pasca panen.
Ø  Adanya pengurangan terhadap pupuk yang bersubsidi sehingga membuat petani sedikit kesulitan dalam mencari pupuk yang murah.
Ø  Kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkebunan karet sehingga yang mengelola karet hanya petani biasa, tidak seperti Thailand yang dikelola skala kebunbesar oleh pemerintah.
PELUANG (opportunity) dari komoditas karet :
Ø  Adanya lokakarya budidaya karet yang dilaksanakan oleh lembaga perkebunan Indonesia.
Ø  Adanya dukungan pemerintah dengan cara memberikan bibit unggul dengan harga yang lebih murah.
Ø  Diperkirakan Indonesia akan menempati urutan pertama produsen karet alam dunia
ANCAMAN (Threat) dari komoditas karet :
Ø  Nilai ekspor karet alam Indonesia dalam bentuk bahan baku lebih rendah dibandingkan dengan Negara lain.
Ø  Kurs dollar yang turun naik.
Ø  Belum pulihnya kepercayaan Internasional terhadap Indonesia


8.Bauran Pemasaran (4P) Komoditi Karet

v  Produk(Product)
Indonesia merupakan penghasil karet terbesar didunia.hal ini dikarenakan indonesia menghasilkan jumlah karet yang cukup banyak dibandingkan negara pesaing yaitu Thailand dan malaysia. Hasil karet tersebut dijual untuk pasar domestik dan khususnya untuk diekspor ke luar negeri.Untuk pasar ekspor indonesia bekerja sama dengan mitra usaha yang bergerak dibidang pengeksporan untuk mengekspor karet ke pasar luar negeri. Hasil panen dari karet tersebut berupa lateks segar yang dijual ke tengkulak atau pabrik pengolahan.selanjutnya lateks tersebut diencerkan dengan air sampai kadarnya 20% setelah lateks diencerkan jadilah crepe, setelah kering crepe di pak atau dibuat bandela-bandela dengn berat 50 kg bandela untuk selanjutnya dipasarkan ke konsumen dalam dan luar negeri. Budidaya karet dapat mendukung program pemerintah dibidang sektor pertanian dan perkebunan dan juga menambah devisa negara.karet merupakan penyumbang terbesar devisa bagi negara.
v  Penetapan Harga (pricing)
Dalam memproduksi karet ini para petani atau pengusaha berusaha untuk meminimalkan biaya-biaya dengan cara melakukan perawatan tanaman secara intensif untuk mengurangi resiko gagal panen. Sehingga produksi karet ini tidak memakan banyak biaya. Pada akhirnya karet tersebut dapat dijual dengan harga yang relatif terjangkau bagi konsumen. Selain itu penetapan harga karet juga berfluktuasi atau berpengaruh terhadap harga dolar saat ini.bila mana dolar mengalami kenaikan maka harga karet juga akan naik begitu juga sebaliknya yang terjadi. 
v  Promosi (promotion)
Untuk memperkenalkan karet hal ini dirasa tidak perlu akan tetapi kegiatan promosi disini dilakukan untuk memberitahu kepada konsumen tentang kualitas dari produk karet tersebut. Kegiatan promosi dan publikasi karet dilakukan melalui media cetak elektronik yaitu internet. Promosi dilakukan secara teratur bertujuan untuk memberitahu kepada konsumen tentang kualitas yang dihasilkan.perusahaan karet menggunakan promosi dalam bentuk :
o   Internet, perusahaan akan membuat web-site tentang produk karetnya dan hal-hal lain mengenai perusahaan penghasil. Media internet dipilih karena saat ini internet merupakan sarana periklanan yang sangat efektif mengingat target pasar dari karet adalah kalangan menengah atas serta perusahaan negara asing.
v  Lokasi (place)
Luas areal perkebunan karet di indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar.areal perkebunan karet di indonesia menyebar cukup merata karena terdapat 22 propinsi dari 30 propinsi. Propinsi yang memiliki areal perkebunan karet yang terluas pada tahun 2004 adalah sumatera selatan yakni mencapai 671.920 hektar.dari total areal perkebunan karet di indonesia tersebut 84,5% diantaranya merupakan kebun milik rakyat,8,4%milik swasta dan hanya 7,1% yang milik negara.

9. Potensi Ekspor Karet
         
Adanya potensi ekspor komoditi karet di Indonesia, menurut J.P.Holomoan (1991) destinasi ekspor komoditi karet alam indonesia adalah Amerika serikat sebesar 40 %,Singapura 32,8%,negara eropa barat sebesar 7,5%, Uni soviet 5%, Jepang 3,3% dan beberapa negara lain sebesar 11,4%.
            Dari data di atas terlihat jelas, bahwa Amerika serikat dan Singapura merupakan pembeli terbesar hasil karet Indonesia. Peningkatan jumlah permintaan dari ke dua negara ini tentu akan menyenangkan pihak produsen karet di Indonesia .Namun,bila ke dua negar ini menurunkan permintaannya, maka produsen karet Indonesia sedikit banyak akan tertanggu kestabilannya.
            Beberapa tahun terakhir ini permintaan dari Amerika serikat cenderung menurun. Hal ini bisa cukup di mengerti mengingat situasi dalam negri Amerika Serikat sekarang ini. Kurang stabilnya perekonomian di negara itu mengakibatkan industri dalam negerinya mengalami hambatan perkembangan. Belum lagi saingan industri mobil dari Jepang yang memiliki industri mobil negara paman sam tersebut.
            Produsen atau eksportir karet alam umumnya adalah negara-negara yang sedang berkembang seperti Malaysia, Indonesia, Birma ,Thailand, dll.Maka persaingan terjadi antara sesama  negara yang sedang berkembang tersebut.
Untuk memperkuat daya saing karet alam Indonesia di pasaran internasional, perlu diambil langkah-langkah sebagai tindak lanjut yang konkret. Langkah-langkah ini diantaranya adalah meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengusahaan karet yang meliputi berbagai bidang:
1.      Bidang kultur teknis dan teknologi
Peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam bidang ini meliputi peningkatan produktivitas tanaman dan peningkatan mutu. Produktivitas tanaman karet di Indonesia masih relatif rendah. Untuk memperbaiki teknologi dan manajemen pengusahaan tanaman karet, fungsi dan partisipasi balai penelitian karet hendaknya semakin di tingkatkan. Dalam hal ini perlu digalakan peneliitan terutama dala hal budidaya karet. Cara lain untuk memperkuat daya saing karet alam Indonesia dipasaran internasional adalah dengan peningkatan mutu. Mutu karet harus ditingkatkan, baik mutu produksi, mutu kemasan, maupun mutu pelayanannya.
2.      Bidang pembiayaan dan keuangan
Peningkatan efektivitas dan efisiensi dibidang pembiayaan dan keuangan merupakan upaya penggunaan dana seefektif dan seefisien mungkin agar harga pokmok kaet yang dihasilkan cukup rendah. Dengan demikian, poroduk karet itu mampu bersaing pada setiap tingkat harga jual yang terjadi di pasaran internasional.
3.      Bidang pemasaran sebagai ujung tombak.
Tujuan akhir setiap produk adalah penjualan. Oleh karena itu, suatu hal yang harus dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan yang sudah dibuat untuk mencapai efektifitas dan efisiensi biaya dan mutu adalah pemasaran. Dengan adanya pemasaran yang baik, maka semua aktivitas yang menyebabakan tersedotnya dana dan daya perusahaan akan dikembalikan. Bahkan, akan menaikan modal usaha dengan perolehan peruntungan yang tidak jauh berbeda dengan yang direncanakan.  
10. Atribut Kualitas Karet

          Agar kualitas karet yang dihasilkan sesuai dengan standar internasional maka diperlukan perlengkapan  atau sarana yang berkualitas baik dalam memproses karet menjadi berbagai macam produk. Perlengkapan yang digunakan antara lain adalah :
-          Bahan baku yang dipakai memiliki kualitas yang baik
-          Mesin dan peralatan yang canggih
-          Keahlian karyawan atau tenaga kerja yang terampil
-          Sistem perencanaan.
Kualitas karet alam :
-          Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
-          Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
-          Mempunyai daya aus yang tinggi
-          Tidak mudah panas
      -     Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakkan
Kualitas karet sintetis :
-          Tahan terhadap berbagi zat kimia
-          Harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
-           

KESIMPULAN

     Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.
Melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam tahun-tahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil karet sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia. Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih besar lagi dengan menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu, produksi karet alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolhan karet untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari input (getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit.
            Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat dan ini dapat dilihat pada tahun 2005 perdagangan karet di Indonesia mengalami surplus sebesar US $ 2,9 juta dimana nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi surplus ini masih bisa naik lagi mengingat kebutuhan karet dunia yang terus meningkat, ditambah lagi apabila didukung pengurangan volume impor karet dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri.












DAFTAR PUSTAKA

1.       www.google.com
2.      Makalah Chairil Anwar (pusat penelitian karet), “Perkembangan Pasar dan Prospek
Agribisnis Karet di Indonesia” ; 2006.
3.      Makalah Cut Fatimah Zuhra, “Karet” ; 2006.
4.      Tim Penulis PS, “KARET : Budi Daya Dan Pengolahan , Strategi Pemasaran”,
PT Penebar Swadaya, anggota Ikapi, Jakarta ; 2006.
5.      Setiawan Heru Didit dkk, “Petunjuk Lengkap Budidaya Karet” agromedia Pustaka, Solo ; 2005.






Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Andalas 2009 Alumni Ponpes Asy-Syarif Angkatan 09,, Alumni Ponpes Madinatul Munawwarah angkatan 06.