Realita        Teknologi dan Bisnis       
       Teknologi ditujukan untuk dapat meningkatkan efisiensi,        mengurangi biaya, dan meningkatkan keluaran (output).        Namun, harapan itu ternyata tidak selamanya sejalan        dengan kenyataan. Masih ingat dengan meletusnya        gelembung Internet, pembangunan pabrik pesawat yang        gagal, kegagalan beberapa implementasi 3G, dan masih        banyak lagi yang lainnya.<        yang lagi banyak masih dan 3G, implementasi beberapa        kegagalan gagal, pesawat pabrik pembangunan Internet,        gelembung meletusnya dengan ingat Masih kenyataan.        sejalan selamanya tidak ternyata itu harapan Namun,        (output). keluaran meningkatkan biaya, mengurangi        efisiensi, dapat untuk> 
       Dilihat dari sisi perkembangan teknologi, hal-hal di        atas sebenarnya merupakan suatu perkembangan teknologi        yang cukup menarik, namun secara bisnis ternyata        hasilnya berbeda. Banyak sekali faktor yang menentukan        keberhasilan implementasi teknologi, mulai dari kesiapan        dan budaya masyarakat sampai pengemasan teknologi        tersebut dalam mengomunikasikannya ke pasar.
       Sektor telekomunikasi seluler merupakan salah satu        bidang yang mengalami perkembangan teknologi yang sangat        cepat. Jika kita perhatikan dengan kehadiran layanan        yang ditawarkan oleh operator, lahirnya berbagai layanan        baru sangatlah cepat. Sementara jika kita lihat        kemunculan telepon seluler di pasaran, rata-rata para        pemimpin pasar telepon seluler (ponsel) mengeluarkan        8-20 tipe ponsel baru setiap tahun.
       Artinya, betapa cepatnya inovasi teknologi itu terjadi.        Salah satu perkembangan teknologi di dunia seluler        adalah teknologi messaging (pengiriman pesan) mulai dari        SMS (short message service), EMS (enhanced message        service), dan yang sekarang sedang gencar dipromosikan        para pelaku bisnis seluler adalah MMS (multimedia        message service). Hadirnya teknologi MMS dapat dikatakan        sebagai suatu revolusi teknologi messaging karena dari        kondisi yang semula hanya dapat mengirimkan pesan berupa        teks, dan gambar atau nada dering sederhana, sekarang        juga dapat digunakan untuk mengirim foto, gambar        bergerak, maupun nada dering yang lebih kompleks. Hal        ini seharusnya direspons dengan kreativitas yang lebih        tinggi.
       Teknologi MMS diharapkan dapat menggantikan posisi SMS        nantinya. Namun, sepertinya hal itu akan terwujud pada        saat tarif MMS sudah murah mendekati tarif SMS,        perangkat ponselnya juga sudah terjangkau bagi kalangan        menengah (berkisar Rp 1,5 juta ), dan inter-operator        dapat dilakukan. Kalau total lalu lintas MMS di        Indonesia (yang disediakan oleh dua operator) berkisar        20.000 MMS per hari, maka sangat diperlukan sekali        strategi untuk mendorong pemanfaatan MMS ini agar dapat        mengimbangi lalu lintas SMS yang lebih dari 15 juta per        hari.
       Lalu lintas MMS di atas merupakan kondisi saat ini di        mana tarif MMS masih gratis sehingga hal itu sangat        dimungkinkan akan semakin turun saat dikenai tarif. Data        yang dilansir Ovum, salah satu perusahaan konsultan dan        survei, diperkirakan bahwa sekitar tahun 2006 jumlah        pengguna SMS dunia akan mulai menurun (dari sekitar        1.000 miliar per tahun), sementara pengguna MMS akan        naik tajam (berkisar 350 miliar pesan per tahun) pada        tahun yang sama.        Dan,        sekitar 3-4 tahun kemudian dimungkinkan akan memiliki        jumlah yang sama.               Namun, apakah hal itu akan terjadi di Indonesia dalam        kisaran waktu tersebut?
       Salah satu strategi yang diusulkan dalam mendorong        peningkatan revenue melalui layanan MMS ini adalah        dengan menghadirkan berbagai aplikasi yang dapat memicu        penggunaan MMS sehingga kita akan memiliki justifikasi        bahwa implementasi MMS ini bukan sekadar untuk menjaga        gengsi saja yang pada gilirannya dapat menjadikan kita        sebagai korban teknologi. Tapi, implementasi teknologi        ini memang layak dilakukan karena memang memiliki        tuntutan yang tinggi.
       Saat ini kita sudah dapat mendapatkan berbagai ponsel        ber-MMS dengan kisaran harga Rp 1,5 juta, dan tampaknya        industri ponsel dan industri yang tergolong teknologi        komunikasi dan informasi telah mencapai skala ekonominya        sehingga biaya yang timbul akan semakin murah seiring        dengan perkembangan waktu. Namun anehnya tarif telepon        tetap terus naik. Dengan demikian, diharapkan tidak lama        lagi akan tersedia banyak ponsel MMS yang terjangkau        masyarakat luas. Hadirnya MMS bersamaan dengan beberapa        fasilitas barunya menjadikan kita dapat membuat berbagai        aplikasi yang lebih menarik.
       Ada banyak aplikasi yang dapat dibangun dengan        menggunakan platform MMS, antara lain aplikasi        telemetri. Kalau sebelumnya kita hanya mendapatkan        informasi berupa teks jika menggunakan SMS sebagai        medianya, misalnya data temperatur mesin, sekarang dapat        juga mendapatkan informasi berupa grafik mengenai        perubahan temperatur dalam periode tertentu.
       MMS juga dapat dimanfaatkan untuk aplikasi monitoring.        Salah satu aplikasi yang dikembangkan oleh perusahaan        lokal Jaya I-net adalah mengombinasikannya dengan kamera        CCTV. Jika kamera tersebut terpasang di rumah, tempat        penitipan anak, atau jalan raya, dengan menyambungkannya        pada sebuah server berupa komputer sederhana, maka kapan        pun Anda dapat mengetahui informasi keadaan rumah,        kondisi anak di tempat penitipan anak, maupun kondisi        lalu lintas jalan raya yang tidak hanya berupa teks        informasi, namun juga gambar atau foto yang akan        dikirimkan secara otomatis ke ponsel melalui MMS.        Dan        jika sedang di kantor, kita bisa mengakses server        tersebut melalui jaringan Internet.
Saat        ini teknologi komunikasi yang juga sedang marak adalah        teknologi Wireless Fidelity atau yang sering banyak        orang kenal sebagai Wireless LAN. Di Indonesia mungkin        memang baru mulai berkembang dengan munculnya beberapa        lokasi akses atau yang sering disebut Hot Spot yang        kemudian dipadukan dengan teknologi seluler sebelumnya,        yaitu GPRS. Dengan demikian, pada area di luar Hot Spot        orang akan menggunakan akses GPRS untuk akses Internet        mereka, namun secara otomatis akan berganti ke koneksi        W-LAN begitu memasuki Hot Spot yang menawarkan kecepatan        sampai 512 Kbps.
       Pertanyaannya sekarang apakah pembangunan Hot Spot di        banyak tempat memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan        dan dapatkah tawaran berbagai layanan baru tersebut        mendorong pertumbuhan profit? Saat ini sudah waktunya        bagi kita untuk tidak hanya memperhatikan ARPU (average        revenue per user) untuk mengetahui kinerja operator,        namun lebih tepat kalau kita memperhatikan AMPU (average        margin per user) karena dimungkinkan bahwa ARPU-nya naik,        namun setelah dikurangi dengan biaya yang diperlukan        untuk menghadirkan layanan tersebut ternyata biayanya        lebih besar dibanding revenue yang didapat.
       Begitu pula sebaliknya, jika ARPU turun apakah sudah        pasti perusahaan tersebut rugi? Belum tentu! Karena        dimungkinkan terjadi akibat meledaknya pengguna kartu        prabayar yang kontribusi revenue setiap penggunanya        rendah. Dan, karena jumlahnya yang banyak, maka akan        mempengaruhi hasil rata-ratanya, di mana bilangan        pembaginya menjadi besar padahal dengan hadirnya        teknologi tinggi, biaya implementasi menjadi turun.
       Dengan demikian, sekalipun ARPU-nya rendah, namun selama        masih lebih besar dibandingkan biaya rata-rata yang        dibutuhkan, operator tersebut masih akan untung. Oleh        karena itu, tujuannya tidak sekadar peningkatan ARPU,        misalnya dengan cara menghadirkan berbagai layanan baru,        tetapi perlu diperhatikan juga apakah biaya implementasi        layanan tersebut seimbang dengan kenaikan revenue-nya.        Tampaknya kehadiran beragam layanan data yang diharapkan        dapat mendorong peningkatan ARPU, tidak menjamin        peningkatan profit mereka.
       Karena itu, banyaknya teknologi baru yang hadir        memerlukan kecermatan dalam memilih teknologi mana yang        dapat diserap pasar. Kalau tidak, kita hanya akan tetap        menjadi pasar teknologi yang empuk bagai para pemain        asing dan secara ekonomis kita tidak mendapatkan        keuntungan darinya.
       Apabila diasumsikan biaya investasi untuk layanan MMS        sebesar 1 juta dollar AS, jika tingkat pengembalian        modal selama 5 tahun dengan tarif Rp 350, maka        dibutuhkan trafik setiap harinya sekitar 15.000 MMS.        Jadi, agar teknologi ini bisa diserap oleh pasar,        seharusnya MMS diberikan tarif layaknya SMS dan fokus        dilakukan dengan mendorong pertumbuhan trafik yang salah        satunya melalui aplikasi. Banyaknya jumlah ponsel ber-MMS        dengan harga yang terjangkau banyak kalangan, khususnya        pengguna terbesar SMS/MMS yaitu kelompok muda, maka        jumlah 15.000 per hari adalah jumlah yang sangat kecil.        Dengan demikian, tidak lama lagi MMS akan dapat        menggantikan SMS sebagai penghasil revenue terbesar bagi        operator setelah layanan suara.
       Indra Gunawan               Pengamat        telekomunikasi, tinggal di Jakarta
Sumber: Kompas        Cyber Media

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar