Soeprijanto, Ryan Fabella dan Bambang Aryanto
Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya,
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email:
s_soeprijanto@yahoo.co.uk
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan biomassa Phanerochaete
chrysosporium dalam mengadsorpsi ion logam Cu (II), dan juga untuk
mendapatkan data keseimbangan dan biosorpsi kinetika. Biomassa P. chrysosporium
ditumbuhkan dalam media cair pada suhu 35oC. Berbagai konsentrasi
biomassa dikontakkan dengan larutan Cu(II) 200 mg/l dalam erlenmeyer yang
digoyang dengan shaker flaker pada kecepatan 300 rpm. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa kapasitas biosorpsi maksimum dapat dicapai sebesar 3,99 mg/g. Estimasi
parameter biokinetik, k1 untuk reaksi order pertama
didapatkan sebesar 0.02 menit-1
dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.99.
Dapat disimpulkan bahwa jumlah
biomassa Phanerochaete chrysosporium mempengaruhi konsentrasi keseimbangan ion
logam Cu(II). Kinetika biosorpsi pada ion logam Cu(II) mengikuti
persamaan reaksi order pertama.
Kata Kunci: Kapasitas Biosorpsi;
Kinetika Biosorpsi; Phanerochaete chrysosporium
Abstract
The purpose of this research was to study the ability of biomass of Phanerochaete
chrysosporium on biosorption of Cu(II) ion, and also to determine the
kinetic parameter. P. chrysosporium was growed in a liquid media at temperature of 35oC.
A variety of biomass concentrations was added to 200 mg/l Cu(II) solutions in
erlenmeyer, then they were shaken using
shaker flaker at 300 rpm. The results showed that the maximum
biosorption capacity was achieved to be 3.99 mg/g biomass. Parameter
estimation, k1 was obtained approximately 0.02 min-1
for the first order reaction with a correlation coefficient of 0.99.
It concluded that the amount of
biomass of Phanerochaete chrysosporium influenced on equilibrium
concentration of Cu(II).
Biosorption kinetic of Cu(II) ion followed the first order reaction.
Keywords: Biosorption Capacity;
Biosorption Kinetic; Phanerochaete
chrysosporium
1. Pendahuluan
Limbah
logam berat, antara lain nikel, merkuri, tembaga, krom, timbal, seng, cadmium,
banyak terdapat di dalam beberapa limbah industri kimia, misalnya pada industri
elektroplating, metalurgi, smelting, dll. Logam berat dalam limbah biasanya
dalam berada dalam berbagai macam kondisi, seperti tidak terlarut, terlarut,
anorganik, tereduksi, teroksidasi, logam bebas, terpresipitasi, terserap dan
dalam bentuk kompleks. Logam-logam berat tersebut merupakan unsur yang
dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam jumlah yang sangat kecil sehingga jika
kelebihan maka akan menyebabkan keracunan pada makhluk hidup tersebut.
Logam berat yang mencemari lingkungan, sebagian
besar disebarkan melalui jalur air.
Proses ini akan lebih cepat bila memasuki tubuh manusia melalui rantai
makanan. Apabila suatu logam terakumulasi pada jaringan hewan dan tumbuhan yang
kemudian dikonsumsi manusia tentunya manusia sebagai rantai makanan tertinggi
pada piramida makanan, maka dalam tubuhnya akan terakumulasi logam berat
tersebut. Peristiwa ini biasanya dinamakan pembesaran biologi (biology
magnification). Sangatlah sukar untuk membersihkan lingkungan yang tercemar
oleh logam berat tersebut. Oleh karena itu untuk mengontrol pencemaran
lingkungan akibat logam berat, perlu dibatasi kandungan maksimum logam berat
dalam suatu limbah yang diperbolehkan dibuang di badan air.
Pada dasarnya logam
berat dalam air buangan dapat dipisahkan dengan berbagai cara, yaitu dengan
proses fisika, kimia dan biologi. Proses pengambilan logam berat yang terlarut
dalam suatu larutan biasanya dilakukan dengan cara presipitasi, reverse osmosis, ion exchange, dan adsorpsi.
Cara-cara tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan misalnya proses adsorpsi dengan
menggunakan karbon aktif sebagai
adsorbent mempunyai kelemahan terbatas pada penggunaannya karena harganya
mahal, juga pada proses presipitasi juga tidak efektif diterapkan bila larutan
mempunyai konsentrasi logam berat antara 1 – 1000 mg/l dan membutuhkan bahan
kimia dalam jumlah besar dan akan menghasilkan lumpur berbahaya yang beracun
dalam jumlah yang besar, dan hal ini menambah permasalahan baru dalam mengolah
lumpur hasil pengolahan tersebut.
Pengolahan secara
biologis dilakukan dengan cara memanfaatkan akumulasi logam berat oleh
mikroorganisme. Untuk skala industri, biaya pengadaan biomassa mikroorganisme
ini secara ekonomi tidak menguntungkan. Oleh karena itu, limbah biomassa dari
limbah industri fermentasi dapat dimanfaatkan.
Biosorpsi logam terjadi karena kompleksitas ion logam
yang bermuatan positif dengan pusat aktif yang bermuatan negatif pada permukaan
dinding sel atau dalam polimer-polimer ekstraseluler, seperti protein dan
polisakarida sebagai sumber gugus fungsi yang berperan penting dalam mengikat
ion logam. Proses penyerapan ini berlangsung cepat dan terjadi pada sel hidup
maupun sel yang telah mati (Volesky, 2000).
Selain itu biosorpsi juga terjadi karena
adanya peristiwa pertukaran
ion dimana ion monovalent dan divalent seperti Na+, Mg2+, Ca2+, K+ pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat
(Suhendrayatna, 2001).
Phanerochaete chrysosporium
Jamur merupakan mikroorganisme
bersel banyak, hidup secara aerobik, nonfotosintetik kemoheterotrof dan
termasuk eukariotik. Mikroba ini menggunakan senyawa organik sebagai substrat
dan bereproduksi secara aseksual dengan spora. Kebutuhan metabolisme mereka
sama seperti bakteri, namun membutuhkan lebih sedikit nitrogen dan dapat tumbuh
dan berkembang biak pada pH rendah. Ukuran jamur lebih besar dari pada bakteri,
tetapi mempunyai karakteristik
pengendapan yang buruk. Oleh karena itu mikroorganisme ini tidak disukai dalam proses
activated sludge (lumpur
aktif).
Faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan jamur ini adalah suhu, pH, kandungan oksigen terlarut
dan konsentrasi nitrogen yang mencukupi. Temperatur optimum yang mendukung
pertumbuhan jamur ini adalah 39oC dengan pH antara 4 – 5. Karena
mikroorganisme ini termasuk aerobik, maka aktivitas biologisnya juga
dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut dalam media (Ceribasi dan Yetis,
2001).
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan jamur Phanerochaete chrysosporium dalam
menyerap ion logam berat Cu (II), mempelajari keseimbangan biosorpsi, dan
kinetika bisorpsi.
2. Fundamental
Untuk mengevaluasi kemampuan
biomassa dalam mengadsorpsi larutan logam berat dapat dilakukan dengan
mendapatkan data keseimbangan biosorpsi yang diperoleh dari eksperimen.
Biosorpsi
ion logam memungkinkan melibatkan chemisorpsi, yang dapat mengendalikan laju
kecepatan reaksi. Analisa kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama
pseudo order pertama atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk meneliti
mekanisme adsorpsi, konstanta kecepatan reaksi sorpsi kimia untuk ion-ion
logam, digunakan persamaan system pseudo order pertama oleh Lagergren (Zhang
dkk., 1998), dan mekanisme pseudo order kedua. Persamaan ini digunakan untuk
menguji data percobaan dari konsentrasi awal, suhu dan berat ion-ion logam
dalam larutan pada pH 6.
Untuk Konstanta kecepatan reaksi
order pertama chemisorpsi:
…
(1)
Dengan qe adalah
jumlah Cu(II) diadsorp (mg/g) pada waktu keseimbangan, qt
adalah jumlah Cu(II) diadsorp pada waktu t (menit), k1
adalah konstanta kecepatan adsorpsi (jam-1). Integrasi persamaan ini
dengan kondisi batas t =0 sampai t=t dan qt
= qt, memberikan:
… (2)
Dengan menggunakan regreasi linear
dan mengalurkan ln(qe – qt ) terhadap t
diperoleh konstanta k1.
Untuk konstanta kecepatan reaksi
order kedua proses chemosorpsi:
…
(3)
Integrasi persamaan ini dengan
kondisi batas t = 0 sampai t = t dan qt = 0
sampai qt = qt, memberikan:
… (4)
dengan k2 konstanta keseimbangan
order kedua chemisorpsi (g/mg.jam). Model kinetika order kedua dapat disusun
untuk mendapatkan bentuk linear :
… (5)
3. Bahan-bahan dan Metodologi
Bahan-bahan Kimia
Bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah CuSO4. 5 H2O, Dektrose, Dimethyl Glyoxime, NaOH, H2SO4,
Glukosa, Pepton, Potato Dextrose Agar (PDA). Ini semua dibeli dari
perusahaan-perusahaan berikut ini: Merck Ltd. Poole Dorsel; Fluka,
Gilingham-Dorset; Oxoid Basingstoke Hampshire; semua bahan-bahan kimia adalah
”general purpose reagent” (GPR).
Larutan
ion logam Cu(II) dengan konsentrasi 200 mg/l dibuat dengan melarutkan garam
CuSO4 5 H2O dalam air. Perlakuan terhadap biomassa
digunakan larutan 0,5 N NaOH.
Mikroorganisme
Strain Phanerochaete
chrysosporium diisolasi, ditentukan dan diberikan oleh Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Biomassa
P. chrysosporium ditentukan dengan mengeringkan dalam oven pada suhu
sekitar 110o C sampai diperoleh berat konstan.
Biosorpsi Secara Batch
Dibuat larutan ion logam Cu(II)
garam CuSO4. 5 H2O dengan konsentrasi 200 mg/l sebanyak
100 ml dalam erlenmeyer dan dikontakkan dengan biomassa P. chrysosporium
dengan bervariasi konsentrasi antara 4 -8 g/l.
Sebelum
proses, biomassa dikontakkan terlebih dahulu dengan larutan NaOH 0,5 N selama
beberapa menit, untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada pada permukaan,
seperti lemak, protein, dan polisakarida, sehingga akan membukan rongga
pori-pori. Kemudian digoyang dengan shaker dan kemudian dipisahkan dengan
centrifuge. Biomassa kemudian dicuci dengan aquades sampai air bekas cucian
mendekati netral.
Penentuan Konsentrasi Ion Logam Tembaga
Suspensi dipisahkan dari biomassanya
dengan cara centrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit. Supernatan
yang diperoleh dianalisa kosentrasi ion Cu(II) dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 480 nm.
Ion
logam Cu(II) yang terserap dalam biomassa, qe untuk biosorpsi
isothermal diukur berikut ini:
... (3)
dengan qe
kapasitas biosorpsi (mg Cu(II) /g biomassa), V adalah volume larutan
dalam erlenmeyer dengan kontak batch (ml), Ci adalah
konsentrasi ion Cu(II) dalam larutan (mg/l), Ce adalah
konsentrasi akhir ion Cu(II) dalam larutan (mg/l), W adalah massa sel
(g).
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Konsentrasi
Keseimbangan Ion Logam Cu(II).
Gambar 1 menunjukkan hubungan antara banyaknya
biomassa yang ditambahkan dan konsentrasi keseimbangan ion Cu(II) setelah
mencapai keadaan seimbang, Ce.
Konsentrasi awal larutan ion Cu(II) yang digunakan adalah sebesar 200
mg/l, dan waktu biosorpsi yang dicapai pada keadaan seimbang adalah sekitar 160
menit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa besarnya konsentrasi keseimbangan ion
logam Cu(II) pada setiap proses biosorpsi sangat tergantung pada banyaknya
biomassa (biosorbent) yang digunakan (dikontakkan) dalam larutan. Semakin
banyak biosorbent yang dikontakkan dalam larutan, maka semakin besar ion
Cu(II) yang terserap dan konsentrasi
akhir (keseimbangan) ion Cu(II) akan semakin kecil.
Gambar 1. Hubungan Antara Konsentrasi Keseimbangan
Cu(II) Terhadap Berbagai Konsentrasi Awal Biomassa. (¿: 4g/l; ¾:5g/l; p: 6 g/l; Î: 7g/l;r: 8g/l).
Kapasitas
Biosorpsi Logam Berat Cu(II).
Gambar 2 menunjukkan
hubungan kapasitas biosorpsi ion logam Cu(II) terhadap waktu. Biosorpsi dilakukan pada pH media sekitar 6,
karena pada kondisi ini proses biosorpsi dapat dicapai optimum (Sing and Yu,
1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas biosorpsi meningkat dengan
waktu hingga mencapai kondisi maksimum (keseimbangan) dalam waktu sekitar 160
menit, dan diperoleh nilai kapasitas biosorpsi maksimum sebesar 3,99 mg/g
biomassa. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Soeprijanto dkk. (2004), yang menggunakan biomassa Saccharomyces
cerevisiae dengan kapasitas biosorpsi sebesar 19,9 mg/g; Wase et al. (1997) menggunakan fungi dengan
kapasitas biosorpsi 30 mg/g; dan Liu dan Tang (1999) menggunakan resin dengan
kapasitas biosorpsi sebesar 87 mg/g; dan Liu et al. (2001) menggunakan Extracellular
Polymeric Substances (EPS) menghasilkan kapasitas maksimum sebesar 1120 mg
Cu2+ /g.
Tetapi hasil penelitian ini lebih besar bila
dibanding oleh Kapoor dan Viraraghavan (1997) yang menggunakan Aspergillus
niger dengan kapasitas biosorpsi sebesar 2,9 mg/g.
Gambar 2. Hubungan Kapasitas Biosorpsi Ion
Cu(II) Terhadap Waktu.
Estimasi Parameter Biokinetik
Regresi linear dengan mengalurkan
ln(qe – qt) terhadap t dari
persamaan (2) akan menghasilkan konstanta k1. Sedangkan untuk
mendapatkan konstanta k2 diperoleh dari persamaan (5) dengan
mengalurkan t/qt terhadap t yang merupakan
garis lurus. Hasil perhitungan konstanta-konstanta dari kedua persamaan dan
nilai koefisien korelasi (R2)
ditunjukkan dalam Tabel 1.
Hasil-hasil
percobaan menunjukkan bahwa kinetika biosorpsi ion loam Cu(II) dalam larutan
mengikuti persamaan reaksi order pertama, karena persamaan - persamaan tersebut
mempunyai nilai koefisien korelasi (R2)
yang tinggi sebesar 0,99 (Gambar 3). Sedangkan untuk order kedua didapatkan
nilai (R2) sebesar 0,88
(Gambar 4). Nilai koefisien korelasi (R2=0,99) yang besar ini menunjukkan bahwa ada hubungan baik antara
data percobaan dengan persamaan model matematika.
Gambar 3. Linearisasi Persamaan Model Lagergren Reaksi
Order Pertama.
Gambar 4.
Linearisasi Persamaan Model Lagergren Reaksi Order Kedua.
Tabel 1. Estimasi Parameter Biokinetik Persamaan Model
Lagergren Reaksi Order Pertama dan Kedua.
Parameter
|
Order Pertama
|
Order Kedua
|
k1
(menit-1)
|
0,02
|
|
k2
(g.mg-1.menit-1)
|
0,00
|
|
R2
|
0,99
|
0,88
|
4. Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kapasitas biosorpsi
maksimum dapat dicapai dalam waktu sekitar 160 menit dengan nilai sebesar 3,99
mg/g.
Kinetika
biosorpsi pada ion logam Cu(II) mengikuti persamaan reaksi order pertama dengan
nilai k1 = 0,02 menit–1
dan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0,99.
Daftar Notasi
Symbol
|
||
Ce
Ci
k1
k2
qe
qt
t
V
W
|
=
=
=
=
=
=
=
=
=
|
Konsentrasi keseimbangan ion
Cu(II) dalam larutan (mg/l).
Konsentrasi ion Cu(II) dalam
larutan (mg/l).
Konstanta kecepatan biosorpsi
order pertama (menit –1).
Konstanta keseimbangan order kedua
chemisorpsi (g.mg –1menit –1).
Jumlah Cu(II) diadsorp (mg/g) pada
waktu keseimbangan.
Jumlah Cu(II) diadsorp (mg/g) pada
waktu t (menit).
Waktu proses biosorpsi (menit)
Volume larutan dalam erlenmeyer
dengan kontak batch (ml).
Massa sel (g).
|
Daftar Pustaka
Ceribasi, H. dan Yetis, U. (2001).
Biosorption of Ni(II) and Pb(II) by Phanerochaete chrysosporium from a
Binary System-Kinetic, Water Research, 27(1), 15-20.
Kapoor, A. dan Viraraghava, T.
(1997). Biosorption Heavy Metal by Aspergillus
niger. Global Environmental Biotechnology, Kluwer Academic Publisher,
139-155.
Liu, R. dan Tang, H. (1999). Removal
of Heavy Metal from Solutions. Proc. Of Urban Pollut. Control Tech., Hong
Kong, October 13-16, 1999, 203-207.
Liu, Y., Lam, M.C. dan Fang, H.H.P.
(2001). Adsorption of Heavy Metals by
EPS of Activated Sludge. Wat. Sci. and Tech., 43(6), 59-66.
Sing, C dan Yu, J. (1998). Copper
Adsorption and Removal from Water by Living Mycelium of White Rot Fungi Phanerochaete chrysosporium. Water
Research, 32(9), 2746-2752. Soeprijanto, Eko Sulistyowati dan Achmad Elsony
(2004). Kinetika Bioadsorpsi Ion Logam Berat Cu(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces
Cerevisae. Dalam: Seminar Nasional, Teknik Kimia “Kejuangan” 2004, 27-28
Januari 2004,Yogyakarta.
Suhendrayatna (2001). Heavy metal
Bioremoval by Microorganisms: A literature Study, Institute for Technology
Studies-Chapter Japan.
Volesky, B. (2000). Biosorption of
Heavy Metals, CRC Press Boston.
Wase, D.A.J., Forster, C.F. and Ho,
Y.S. (1997). Low Cost Biosorbents: Batch Processes. In: Biosorpbents for
Metal Ions, J.Wase and C. Forster (ed), Taylor&Francis, Great Britain,
141-163.
Zhang, L., Zhao, L., Yu, Y. dan
Chen, C., (1998). Removal of Lead from
Aqueous Solution by Non-living Riz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar